Friday, December 16, 2016

Sayyidah Khodijah RA, Pendamping Terbaik RosuuluLLooh SAW

                Sejarah Islam dipenuhi dengan para perempuan teladan dan mulia yang masing-masing telah menunjukkan perjuangan besar di masa mereka dalam mencapai kesempurnaan jiwa dan akhlaq. Nama-nama mereka untuk selamanya menjadi teladan bagi yang ingin meniti jalan menuju kesempurnaan dengan meneladani sirah mereka. Salah satu di antara para wanita tersebut adalah Sayyidah Khodijah al-Kubro RA, istri RosuuluLLooh SAW.

                Sayyidah Khodijah selama 24 tahun menjadi pendamping dan istri yang setia dan jujur bagi RosuuluLLooh SAW. Wanita mulia ini, baik di tahun-tahun sebelum bi’tsah maupun tahun-tahun penuh derita setelah bi’tsah, tidak pernah lalai dari RosuuluLLooh SAW. Dengan menghadapi seluruh kesulitan dan kontradiksi sosial yang ada di masanya. Sayyidah Khodijah menjadi pendamping terbai bagi RosuuluLLooh SAW.

Hasil gambar untuk Sayyidah Khadijah RA                Pada hari pertama setelah Nabi Muchammad SAW diutus sebagai RosuuluLLooh dan sedang turun dari Goa Hiro, Sayyidah Khodijah langsung menyambutnya dan menjadi wanita pertama yang memenuhi seruan risalah Nabi Muchammad SAW dan memeluk agama Islam. Ketika RosuuluLLooh SAW menyampaikan Islam kepada istri tercinta beliau, Sayyidah Khodijah berkata: “Aku beriman, aku meyakini kenabianmu, aku menerima agama Islam dan aku berserah diri.” Sejak awal, Sayyidah Khodijah mampu mengenali kebenaran, menerimanya dengan sepenuh hati serta mengucapkannya dengan lantang.

                Sayyidah Khodijah, adalah wanita bijaksana yang lahir di kota Mekkah, 68 tahun sebelum Hijrah. Dari sisi nasab, kehormatan, status sosial dan keluarga, beliau memiliki posisi yang istimewa di antara kaum perempuan Jazirah Arab dan Quroisy. Dari sisi kesempurnaan, kepribadiaan dan kebijaksanaan, Sayyidah Khodijah adalah yang paling utama di antara  semua wanita di masa itu. Sejak usia belia, beliau adalah salah satu wanita tersohor di Hijaz dan Arab. Karena beliau adalah wanita pedagang pertama dan merupakan salah satu saudagar terkemuka di Hijaz.

                Di samping berdagang, beliau juga sangat meningkatkan kepribadian dan nilai-nilai kemanusiaan dalam dirinya. Sayyidah Khodijah, tidak mengejar keuntungan membabi-buta. Oleh karena itu, dalam berdagang beliau berusaha menjauhkan diri dari keuntungan tidak benar yang marak di masa itu seperti riba dan lain sebagainya.

                Hal ini menjadi faktor pemikat kepercayaan dari banyak kelompok dan lapisan masyarakat serta meningkatkan keberhasilan dan keuntungan yang diperoleh Sayyidah Khodijah, melalui perdagangan yang halal. Dalam sejarah disebutkan,”Ribuan onta berada di tangan pembantu dan pekerja Sayyidah Khodijah yang melintasi berbagai negeri seperti Mesir, Syam dan Habasyah untuk berdagan dan mengangkut barang dagangan.”

                Selain dikenal sebagai seorang pengusaha besar dan sukses, Sayyidah Khodijah juga dikenal sebagai sosok spiritual, lembut, suci, dermawan, serta memiliki pemikiran tinggi dan pandangan jauh ke depan. Bahkan di era jahiliyah, di mana kesucian tidak berarti sama sekali, Sayyidah Khodijah juga dikenal dengan nama Thohiroh, karena kesuciannya.

                Berbagai keutamaan tersebut disandingkan dengan status keluarga dan kekayaannya yang melimpah, membuat banyak pembesar Mekkah yang melamar beliau. Akan tetapi, Sayyidah Khodijah adalah wanita dengan pandangan dan kesadaran yang tinggi, hanya mencari keutamaan akhlaq dan spiritual. Oleh karena itu, beliau menolak semua lamaran yang datang.

                Akan tetapi ketika beliau mengenal seorang sosok terkenal menjaga amanat dan berhati bersih seperti Nabi Muchammad SAW, Sayyidah Khodijah sendiri yang melangkah maju dan mengajukan permintaan pernikahan. Dalam pertemuannya dengan Nabi Muchammad SAW, Sayyidah Khodijah berkata,”Wahai Muchammad! Aku mendapati dirimu sebagai sosok mulia, penjaga amanat dan seorang manusia di puncak kemurnian, kejujuran, kesucian dan kebenaran, di mana kau menjaga dirimu tetap suci dan tidak ada sedikit pun noda di pangkuanmu. Kau berakhlaq baik, terpercaya dan jujur, kau tidak takut untuk berkata jujur dan kau tidak melepaskan nilai-nilai kemanusiaanmu di hadapanmu apapun. Karakter dan kepribadian muliamu ini telah sedemikian mempesonaku sehingga sekarang aku ingin mengemukakan permintaan pernikahan dan juga perkenalan denganmu. Jika kau menyetujui permintaanku, aku siap untuk melaksanakan acara pernikahan kapan pun waktu yang tepat.”

                Selama 25 tahun hidup bersama Nabi Muchammad SAW, Sayyidah Khodijah telah memberikan pengrobanan besar kepada beliau dan Islam. Dukungan finansial, mental dan emosional kepada RosuuluLLooh SAW, keyakinan dan pembenaran atas kenabian beliau di saat orang-orang mendustakannya, serta pertolongan beliau kepada Nabi SAW dalam menghadapi orang-orang musyrik adalah bagian dari pengorbanan besar beliau kepada RosuuluLLooh SAW dan Islam.

                Ketika Nabi Muchammad SAW menjalankan tugas beliau sebagai utusan ALLOOH SWT untuk memberikan hidayah kepada ummat manusia, orang-orang musyrik mengganggu dan memusuhi beliau SAW. Di saat-saat seperti itu, istri yang mengerti dan penuh kasih sayang seperti Sayyidah Khodijah adalah penenang hati terbaik yang meredakan kesusahan tersebut.

                Nabi SAW tidak mendengar perkataan kaum yang menolak dan mendustakan, di mana itu akan menyebabkan kesedihan dan mengganggu pemikirannya, kecuali ALLOOH SWT telah menghilangkan kesedihan itu melalui Sayyidah Khodijah. Sayyidah Khodijah telah meringankan dampak berat dari ucapan-ucapan kasar yang dilontarkan kepada RosuuluLLooh SAW dan membenarkan beliau. Beliau juga menganggap tidak bernilai terhadap perilaku dan kelancangan orang-orang kepada RosuuluLLooh SAW.
                
Hari kesepuluh dari bulan Romadhoon adalah hari terakhir bagi seorang perempuan yang selama 25 tahun senantiasa mengiringi langkah sang utusan terakhir ALLOOH SWT itu. Nabi Muchammad SAW di hari semacam ini harus merelakan istri tercintanya untuk kembali kepada Yang Maha Kuasa. Sebuah peristiwa yang menyayat jiwa beliau setelah beberapa waktu sebelumnya harus kehilangan pamannya Abu Tholib. Wafatnya Sayyidah Khodijah begitu mempengaruhi beliau SAW, sehingga tahun itu disebut sebagai “Tahun Kesedihan”. Ketika Sayyidah Khodijah wafat, Nabi Muchammad SAW menangis. Nabi SAW mengusap air matanya yang bercucuran dengan kedua tangannya ketika memakamkan istri tercintanya itu. Pada waktu itu beliau berkata,”Tidak ada yang dapat menyamai Khodijah. Ketika semua mendustakanku, ia membenarkanku. Ia menjadi penolongku dalam menda’wahkan agama ALLOOH SWT dan dengan hartanya ia membantuku.”

MaaSyaa ALLOOH

WaLLoohu a’lam

0 comments:

Post a Comment