RosuuluLLooh SAW
bersabda:
“Dari Jubair
bin Muth’im ia berkata: RosuuluLLooh SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga
orang yang memutuskan tali persaudaraan/ tali kekeluargaan.” [HR. Imam
Bukhooriy dan Imam Muslim]
Tali
persaudaraan/ tali kekeluargaan adalah orang-orang yang masih punya hubungan
saling mewarisi harta penginggalannya karena ada hubungan darah.
Orang yang
memutuskan tali persaudaraan / tali kekeluargaan tidak mau menyambung atau
menghubungi, ia akan diancam oleh ALLooh dimasukkan ke dalam neraka,
sebagaimana hadits RosuuluLLooh di atas. Ini berarti bahwa memutuskan tali
persaudaraan adalah berdosa dan dilarang agama Islam .
Kalau Islam
melarang kepada pengikutnya untuk memutuskan hubungan silahturohmi; maka
sebaliknya Islam memuji dan menghargai orang yang mau menyambung hubungan
silahturohmi , bahkan ALLooh akan memanjangkan umurnya dan melimpah ruahkan
rezekinya, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi SAW:
“Barangsiapa yang
ingin murah/ lapang rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia
menghubungkan/ menyambung silaturohmi.” [HR. Imam Bukhooriy]
Sehubungan
dengan hadits ini, seorang ulama’ mengatakan: “Pada suatu hari Malaikat datang
kepada Nabi Daawud AS dimana di hadapannya ada seorang laki-laki yang sedang
duduk.
Kata malaikat
maut: “Enam hari lagi orang ini akan dicabut nyawanya.”
Setelah selang beberapa hari, tiba-tiba Nabi
Daawud AS berjumpa dan melihat laki-laki tersebut masih hidup, segar bugar,
malah bertambah muda tampaknya daripada hari-hari sebelumnya. Nabi Daawud
bertanya kepada Malaikat maut, mengapa demikian katamu hanya enam hari lagi
umur laki-laki itu, kini kulihat ia masih hidup.”
Malaikat maut
menjawab, “Ketika itu ia keluar dari hadapanmu, ia telah menghubungkan
silaturohminya yang dahulu sudah diputuskannya, maka ALLooh menambah umurnya
menjadi 20 tahun lagi.”
Untuk menjadi
kita dalam persoalan tambah umur ini. Imam Addahhak dalam menafsirkan firman
ALLooh SWT: “ALLooh menghapuskan apa-apa yang dikehendaki-NYA dan menetapkan
(apa-apa yang IA kehendaki).” [QS. Ar-Ro’ad:39]
Imam Ad Dahhaak
menafsirkan: “Bahwa seseorang yang menghubungkan silaturohminya, yang mana
umumnya tinggal 3 hari lagi maka ALLooh menambahkan umurnya menjadi 30 tahun lagi.” Dan seorang yang memutuskan
silaturohmi di mana umurnya masih ada 3 tahun lagi, maka ALLooh mengurangi
menjadi 3 hari lagi.”
Maka berdasarkan
kepada ayat tafsiran Imam Ad Dahhaak ini, jelaslah bahwa bertambahnya umur
seseorang dari apa yang telah menjadi ketentuan ALLooh (Azaly) adalah soal yang
harus, bukan mustahil, karena di tangan ALLooh-lah kekuasaan yang mutlaq. Ia
dalat menghapus dan menetapkan terhadap seseorang yang dikehendaki-NYA.
Menghubungkan silahturohmi adalah salah satu cara yang diajarkan Nabi SAW.
Untuk memperpanjang umur itu, dan juga menambah rezeki dengan kehendak dan
izin-NYA.
Memutuskan
hubungan silahturohmi / hubungan kekerabatan adalah dilarang dalam agama,
kecuali ada udzur syar’i. menghubungkan silahturohmi, ialah dengan jalan hormat
menghormati sesama kita Muslim (hormat kepada tamu, hormat kepada tetangga,
bermuka manis terhadap mereka kaum famili dan bersaudara) dan sering-seringlah
mengadakan hubungan kunjungan, ziarah menziarahi dengan niat silahturohmi,
terutama kepada saudara keturunan, famili, tetangga. Kalau mereka butuh
bantuan, bantulah, baik dengan uang atau tenaga nasehat.
Dalam hal ini
ada sebuah kisah yang menceritakan tentang akibatnya bagi orang yang memutuskan
silahturohmi dengan saudara kandungnya. Kisah ini terjadi di kota Mekkah,
seorang saleh (ahli waro’ dam seorang ahli ibadah), didatangi seorang saudagar
muda, karena bermaksud hendak bepergian bersaudagar keluar Mekkah, maka ia
menitipkan harta emas kepada orang saleh tersebut. Oleh orang saleh ini, tanpa
memesan dan memberi tahu kepada keluarganya dipendamnya titipan saudagar itu di
suatu tempat di rumahnya itu. Saudagar pergi untuk meninggalkan tempat (rumah)
orang saleh itu, dan setelah beberapa bulan barulah kembali dari perjalanannya.
Yang pertama
sekali, sekembalinya saudagar itu, ia bepergian mendapatkan orang saleh itu,
tetapi alangkah kecewanya dan rusuh hatinya, karena orang yang dititipi emasnya
telah meninggal dunia, dan sewaktu ditanyakan pada keluarga almarhum, seorang
di antara mereka sudah tidak ada yang mengetahui di mana disimpan barang emas
tersebut. Sungguh sedih rasa hati si saudagar, dan terpaksalah ia pergi menemui
seseorang yang bernama Malik bin Dinar,
meminta petunjuka, bagaimana supaya mengetahui di masa emas yang dititipkan itu
disimpannya.
Kata Imam Malik
bin Dinar: “Pergilah kau malam ini ke telaga Zam-zam, bacalah ayat dan doa ini,
seraya memberi/ menunjukkan mana yang perlu dibaca, dan kalau sebagaimana
keyakinan, bahwa orang itu adalah ahli ibadah, waro’ dan sholeh, tentu ruhnya
berada dan ditempatkan di sana.”
Saudagar itupun
pergi ke Telaga Zam-zam, seraya mengamalkannya/ membaca doa yang dipesankan
Malik bin Dinar itu. Berkali-kali dibaca dan diucapkan sampai tengah malam,
namun suara almarhum orang saleh itu tidak kunjung datang. Pulanglah saudagar
dengan hati sedih, dan esok harinya ia melaporkan hal itu kepada Malik bin
Dinar. Kata Imam Malik bin Dinar: “Kalau demikian halnya, orang yang kamu
titipi itu adalah ahllissu’ (orang yang selalu berbuat kejahatan), dan ruhnya
ditempatkan di Telaga Barhut.”
“Tidak mungkin
tuan,” kata saudagar itu, karena orang yang kutitipi itu adalah orang yang
saleh lagi ahli ibadah dan ahli waro’. Walaupun demikian, ada kemungkinan suatu
hal dosa noda yang tidak disadarinya atau ia pandang sepele terhadap haknya.”
Kalau engkau ingin bertemu dengannya, pergilah ke Telaga Barhut,” Kata Imam
Malik bin Dinar
Setelah saudagar
itu berterima kasih kepada Imam Malik bin Dinar, iapun kembali ke rumahnya, dan
segera bersiap akan menuju tempat yang ditunjukkan oleh Imam Malik bin Dinar
itu. Setibanya di Telaga Bahrut pada malam hari, ia mengamalkan apa yang
dipesankan oleh Imam Malik bin Dinar, dan tak lama kemudian muncullah suara
dengan bernada sedih dari orang sholeh itu. Setelah ditanyakan si saudagar
dimana disimpannya barang titipannya itu, si Sholeh pun menunjukkan dimana
harta emas itu dipendam. Si saudagar bertanya kepada ruh itu, mengapa ia berada
di tempat ini. Jawab orang sholeh itu: “Aku mempunyai seorang saudara kandung,
tinggal jauh dari kampungku, dan aku pandang sepi terhadapnya dan tidak
menghubungkan silahturohmi.
Setelah saudagar
puas bercakap-cakap dengan ruh itu, maka ia segera pulang menuju ke tempat
keluarga ruh orang sholeh itu. Sesampainya di rumah itu, ia memohon izin kepada
mereka, lalu ia menggali dan mengambil emas titipannya di satu tempat di dalam
rumah orang sholeh itu. Dan setelah mengucapkan terima kasih seraya memberi
sedekah kepada keluarga orang sholeh itu, si saudagar pergi menuju ke rumah kakak
kandung orang sholeh itu,dan setelah berjumpa dengannya, si saudagar
menceritakan hal yang terjadi pada orang sholeh dan menyampaikan permintaannya.
Mendengar cerita yang demikian itu, melelehkan hati kakak kandung orang sholeh
itu dengan disertai tetesan air mata. Kakak kandung orang sholeh itu berkata:
“Memang saudaraku itu orang yang sholeh, ahli ibadah, entah karena kesibukannya
ia beribadah, ia menganggap sepele terhadapku dan tidak pernah mengunjungiku.
Oleh karena itu Demi ALLooh, segala kesalahannya kumaafkan.
Mendengar ucapan
kakak kandung orang sholeh itu hati saudaagar merasa gembira, seraya memberi
sedekah kepadanya, kemudian saudagar pulang ke rumahnya, dan pada malam harinya
saudagar bermimpi berjumpa dengan orang sholeh itu, berhati gembira dan
menyatakan terima kasih kepada si saudagar, karena ia ditempatkan di tempat
yang baik. Demikianlah kisah dari orang yang memutuskan hubungan silahturohmi.
Semoga dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Dan semoga kita mampu menjadi
hamba yang senantiasa menjaga hubungan silahturohmi tanpa ada niatan untuk
memutuskannya. Aamiiin Yaa Robbal ‘Aalamiiin………………….
0 comments:
Post a Comment