Asal mula tradisi hari raya ketupat
di Durenan Trenggalek berasal dari kebiasaan ulama’ setempat yang hidup pada
antara abad ke 19. Dalam riwayatnya, semula kupatan Durenan hanya dilakukan
ahlul bait Bani Masir atau Mbah Mesir. Mbah Mesir adalah panggilan akrab KH.
Abdul Masyir, seorang kyai termasyhur di Durenan. Beliau merupakan putra Kyai
Yahudo, Slorok Pacitan yang masih keturunan dari Mangkubuwono III, salah
seorang guru Pangeran Diponegoro. Sebagai kyai yang masyhur, beliau punya
hubungan erat dengan Kanjeng Bupati Trenggalek saat itu.
Karena keakrabannya ini, setiap
usai sholat ‘id, Mbah Mesir selalu diundang Bupati ke pendopo. Di sini, Mbah
Mesir biasanya menjalankan puasa Syawal selama enam hari berturut-turut (2
sampai dengan 7 Syawal) dan setelah itu pulang ke rumahnya di Durenan. Saat itulah,
biasanya para santri dan warga sekitar berdatangan untuk silaturrochmi lebaran
kepada Mbah Mesir (8 Syawal).
Sepeninggal Mbah Mesir, tradisi
kupatan diteruskan anak cucunya. Hingga sekarang, tradisi kupatan masih terus
berlangsung dan bertambah ramai.
Yang istimewa, dalam lebaran ketupat,
hampir setiap rumah warga menyediakan makanan ketupat khas Durenan. Setiap pengunjung
yang datang silaturrochmi, mereka disuguhi makanan ketupat lengkap dengan lauk
pauknya.
0 comments:
Post a Comment