Wahai Saudaraku....!!!
Ketahuilah! Bahwasanya menjadikan
agama hanya sebagai lipstik adalah perbuatan dosa dan termasuk salah satu
penyakit hati yang sangat berbahaya. Tapi di zaman sekarang ini malah banyak
orang yang belum menyadari akan hal itu, mereka menjadikan agama sebagai make-up
atau sebagai alat untuk mencari keduniaan. Hal ini bisa terjadi akibat dari
dorongan hati seseorang yang berakhlaq rendah.
Perbuatan tercela yang mengarah
kepada kemungkaran dan kefasikan itu dipengaruhi oleh hati yang kotor. Mereka
lakukan itu tanpa memperdulikan norma-norma agama. Pola pikirnya hanya mengarah
kepada materi dan kemewahan duniawi, sehingga tidak heran bila mereka
menghalalkan segala cara demi meraih apa yang diinginkan oleh nafsu syahwatnya.
Harta duniawi seringkali merubah
watak manusia menjadi buas, serakah, rakus, kejam dan ambisius. Maka tidak
perlu heran bila ada orang sampai menggadaikan aqiidahnya untuk ditukar dengan
beras, jabatan, dan segala bentuk materi lainnya. Sampai-sampai agamapun
dijadikan sebagai alat untuk mengeruk keuntungan pribadi. Semua ini berpangkal
kepada isi hati, bila hatinya keruh dan diliputi oleh akhlaq yang tercela maka
yang ada hanyalah dorongan untuk berjiwa dan bermental materialistis.
Oleh karena itu, sering kita
temukan orang yang mempelajari ilmu agama hanya dijadikan kedok dan topeng
belaka, tujuan hatinya adalah untuk meraih kemewahan duniawi atau sebagai alat
propaganda diri. Tindakan orang seperti ini lebih jahat daripada pencuri. Jika
pencuri memang memproklamirkan dirinya sebagai orang jahat, dan hal ini bisa
ditanggulangi dengan mudah. Sedangkan orang jahat yang memakai topeng agama
lebih sulit dicari jejaknya, sebab tempatnya terselubung yang bersarang di
dalam hati, bagaikan musuh dalam selimut.
Dalam hal ini RosuuluLLooh SAW
pernah bersabda, “Aku lebih takut kepada selain Dajjal daripada ketakutanmu
kepada Dajjal!” Lalu ditanyakan: “Siapa selain Dajjal yang engkau takutkan Yaa
RosuuluLLooh?” Beliau SAW menjawab: “Yaitu para imam yang sesat.”
Nabi SAW bersabda: “Janganlah
kamu mempelajari suatu ilmu dengan tujuan untuk mengungguli ilmunya para ulama
dan mencela orang-orang bodoh, dengan harapan agar kamu bisa memalingkan wajah
manusia kepadamu, barangsiapa yang berbuat demikian maka tempatnya adalah
neraka.”
Imam Hasan Al Bashri berkata:
“Siksanya ulama adalah matinya hati, sedangkan matinya hati adalah mencari harta keduniaan dengan menggunakan
ilmu akhirat.”
Imam Fudhail bin Iyadh berkata: “
Sesungguhnya aku sangat mengasihi kepada tiga orang, di antaranya adalah: 1).
Orang yang memuliakan kaum yang hina. 2). Orang kaya yang menjadi fakir. 3).
Orang alim yang bermain dunia dengan ilmunya.”
Berkatalah Imam Yahya bin Mu’adz:
“Akan hilang sinarnya ilmu dan hikmah apabila hikmah dan ilmu tadi dipergunakan
untuk mencari keduniaan.”
Ditanyakan kepada sebagian ahli
ma’rifat: “Apakah kamu tahu orang yang melakukan maksiat itu matanya melihat
tetapi hatinya buta?”. Ahli ma’rifat itu menjawab: “Aku tidak ragu sedikitpun,
bahwa orang yang di dekatnya ada terdapat harta keduniaan, maka dia pasti akan
mengutamakan keduniaan daripada akhirat, sehingga ia tidak mengetahui ALLOOH”.
Pendapat semacam ini selain dari ahli maksiat masih banyak.
Imam Sulaiman Ad-Daroy berkata:
“Apabila ada seseorang mencari hadits, atau menikah, atau pergi mencari nafkah,
maka orang tersebut benar-benar telah condong kepada keduniaan”. Yang dimaksud
oleh perkataan beliau adalah mencari sanad hadits yang tinggi atau mencari
hadits (tertentu), yang tidak digunakan untuk kepentingan akhirat.
Nabi Isa AS bersabda: “Bagaimana
bisa Ahli Ilmi (cendekiawan) itu akan mengharapkan kenikmatan akhirat,
sedangkan ia selalu menghadapkan dirinya pada duniawi? Mengapa Ahli ilmu itu
mencari kalam hanya untuk diceritakan, tidak untuk diamalkan?”
Banyak fatwa Hukama’ yang
menjelaskan bahwa mencari harta duniawi dengan memakai topeng agama adalah
sesat, dan ini bisa membahayakan terhadap aqiidah ummat yang mengikutinya.
Sebab orientasinya sudah tidak mengarah kepada ALLOOH melainkan kepada isi
perut dan nafsu hewani. Seakan-akan keberadaan ALLOOH itu masih kalah tinggi
dengan nilai keduniaan. Orang seperti ini sama halnya merusak aqiidah ummat
Islam dari dalam, berarti pola pikirnya sama dengan orang munafiq.
Mengenai orang materialistis yang
bertopeng agama, RosuuluLLooh SAW pernah menyinggung dalam sabdanya:
“Barangsiapa yang mencari ilmu untuk mendapat Ridho ALLOOH SWT, di samping itu
juga mengharapkan keuntungan harta duniawi, maka orang tersebut tidak akan
menemukan harumnya bau surge pada hari kiamat.”
Diceritakan, setelah Imam Hasan
Al-Bashri memberikan pengajian dalam Majlis Ta’limnya, ada seseorang dari
negeri Khurasan dating kepadanya dengan membawa sekantong uang bernilai 5000
dirham dan 10 potong kain halus, orang itu berkata kepada Imam Hasan Al-Bashri:
“Wahai orang yang mulia, uang dan sepuluh potong kain ini aku nafkahkan
kepadamu”. Mendengar perkataan tersebut Imam Hasan Al Bashri lalu berkata:
“Semoga ALLOOH mengampuni dirimu, bawalah kembali uang dan pakaianmu ini, aku
tidak membutuhkan itu”. Kemudian Imam Hasan Bashri melanjutkan perkataannya:
“Barangsiapa yang duduk dalam majlisku ini lalu ia menerima pemberian dari
orang lain seperti kejadian ini, maka besok pada hari kiamat dia bertemu ALLOOH
dengan tanpa memperoleh bagian (sedikitpun).”
Orang yang mempergunakan agama
sebagai make-up belaka untuk menutupi kejahatan dirinya adalah akibat
dari dorongan akhlaqnya yang rendah dan hatinya yang keruh. Di samping itu
ketidaktahuan mengenai makna dan tujuan beragama dalam kehidupannya, sehingga
mereka mudah terseret dalam pola fikir yang materialistis. Menurutnya hidup
adalah makan, minum dengan memperturutkan segala keinginan diri, sedangkan
orang yang tidak makan dan tidak mau menuruti keinginan diri adalah mati.
Inilah cara berfikir orang yang tolol yang sesat jalan fikirnya, jiwanya telah
dikuasai oleh nafsu hewani, dan mata hatinya telah buta terhadap kebenaran.
Sehingga dengan mudah memperjual belikan ayat-ayat Al-Qur’an untuk kepentingan
perutnya dan kedudukannya, sedangkan kejahatan yang dilakukannya itu sepertinya
tidak ada beban moral bagi dirinya. Demikian di antara gambaran tingkah laku
orang fasiq.
Dalam hal ini, ALLOOH
memperingatkan kepada kaum muslimin agar tidak memperjual belikan ayat-ayat
ALLOOH, apalagi untuk kepentingan perutnya dan kedudukannya. Sebagaimana
disebutkan dalam firmanNYA:
“Dan janganlah kamu
menukar ayat-ayatKU dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan ALLOOH, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir.” [QS. Al-Maidah: 44]
0 comments:
Post a Comment