Saturday, May 6, 2017

JANGAN JADIKAN AGAMA SEBAGAI LIPSTIK

Wahai Saudaraku....!!!

Ketahuilah! Bahwasanya menjadikan agama hanya sebagai lipstik adalah perbuatan dosa dan termasuk salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya. Tapi di zaman sekarang ini malah banyak orang yang belum menyadari akan hal itu, mereka menjadikan agama sebagai make-up atau sebagai alat untuk mencari keduniaan. Hal ini bisa terjadi akibat dari dorongan hati seseorang yang berakhlaq rendah.

Hasil gambar untuk ustadz karbitanPerbuatan tercela yang mengarah kepada kemungkaran dan kefasikan itu dipengaruhi oleh hati yang kotor. Mereka lakukan itu tanpa memperdulikan norma-norma agama. Pola pikirnya hanya mengarah kepada materi dan kemewahan duniawi, sehingga tidak heran bila mereka menghalalkan segala cara demi meraih apa yang diinginkan oleh nafsu syahwatnya.

Harta duniawi seringkali merubah watak manusia menjadi buas, serakah, rakus, kejam dan ambisius. Maka tidak perlu heran bila ada orang sampai menggadaikan aqiidahnya untuk ditukar dengan beras, jabatan, dan segala bentuk materi lainnya. Sampai-sampai agamapun dijadikan sebagai alat untuk mengeruk keuntungan pribadi. Semua ini berpangkal kepada isi hati, bila hatinya keruh dan diliputi oleh akhlaq yang tercela maka yang ada hanyalah dorongan untuk berjiwa dan bermental materialistis.

Oleh karena itu, sering kita temukan orang yang mempelajari ilmu agama hanya dijadikan kedok dan topeng belaka, tujuan hatinya adalah untuk meraih kemewahan duniawi atau sebagai alat propaganda diri. Tindakan orang seperti ini lebih jahat daripada pencuri. Jika pencuri memang memproklamirkan dirinya sebagai orang jahat, dan hal ini bisa ditanggulangi dengan mudah. Sedangkan orang jahat yang memakai topeng agama lebih sulit dicari jejaknya, sebab tempatnya terselubung yang bersarang di dalam hati, bagaikan musuh dalam selimut.

Dalam hal ini RosuuluLLooh SAW pernah bersabda, “Aku lebih takut kepada selain Dajjal daripada ketakutanmu kepada Dajjal!” Lalu ditanyakan: “Siapa selain Dajjal yang engkau takutkan Yaa RosuuluLLooh?” Beliau SAW menjawab: “Yaitu para imam yang sesat.”

Nabi SAW bersabda: “Janganlah kamu mempelajari suatu ilmu dengan tujuan untuk mengungguli ilmunya para ulama dan mencela orang-orang bodoh, dengan harapan agar kamu bisa memalingkan wajah manusia kepadamu, barangsiapa yang berbuat demikian maka tempatnya adalah neraka.”

Imam Hasan Al Bashri berkata: “Siksanya ulama adalah matinya hati, sedangkan matinya hati adalah  mencari harta keduniaan dengan menggunakan ilmu akhirat.”
Imam Fudhail bin Iyadh berkata: “ Sesungguhnya aku sangat mengasihi kepada tiga orang, di antaranya adalah: 1). Orang yang memuliakan kaum yang hina. 2). Orang kaya yang menjadi fakir. 3). Orang alim yang bermain dunia dengan ilmunya.”

Berkatalah Imam Yahya bin Mu’adz: “Akan hilang sinarnya ilmu dan hikmah apabila hikmah dan ilmu tadi dipergunakan untuk mencari keduniaan.”

Ditanyakan kepada sebagian ahli ma’rifat: “Apakah kamu tahu orang yang melakukan maksiat itu matanya melihat tetapi hatinya buta?”. Ahli ma’rifat itu menjawab: “Aku tidak ragu sedikitpun, bahwa orang yang di dekatnya ada terdapat harta keduniaan, maka dia pasti akan mengutamakan keduniaan daripada akhirat, sehingga ia tidak mengetahui ALLOOH”. Pendapat semacam ini selain dari ahli maksiat masih banyak.

Imam Sulaiman Ad-Daroy berkata: “Apabila ada seseorang mencari hadits, atau menikah, atau pergi mencari nafkah, maka orang tersebut benar-benar telah condong kepada keduniaan”. Yang dimaksud oleh perkataan beliau adalah mencari sanad hadits yang tinggi atau mencari hadits (tertentu), yang tidak digunakan untuk kepentingan akhirat.

Nabi Isa AS bersabda: “Bagaimana bisa Ahli Ilmi (cendekiawan) itu akan mengharapkan kenikmatan akhirat, sedangkan ia selalu menghadapkan dirinya pada duniawi? Mengapa Ahli ilmu itu mencari kalam hanya untuk diceritakan, tidak untuk diamalkan?”

Banyak fatwa Hukama’ yang menjelaskan bahwa mencari harta duniawi dengan memakai topeng agama adalah sesat, dan ini bisa membahayakan terhadap aqiidah ummat yang mengikutinya. Sebab orientasinya sudah tidak mengarah kepada ALLOOH melainkan kepada isi perut dan nafsu hewani. Seakan-akan keberadaan ALLOOH itu masih kalah tinggi dengan nilai keduniaan. Orang seperti ini sama halnya merusak aqiidah ummat Islam dari dalam, berarti pola pikirnya sama dengan orang munafiq.

Mengenai orang materialistis yang bertopeng agama, RosuuluLLooh SAW pernah menyinggung dalam sabdanya: “Barangsiapa yang mencari ilmu untuk mendapat Ridho ALLOOH SWT, di samping itu juga mengharapkan keuntungan harta duniawi, maka orang tersebut tidak akan menemukan harumnya bau surge pada hari kiamat.”

Diceritakan, setelah Imam Hasan Al-Bashri memberikan pengajian dalam Majlis Ta’limnya, ada seseorang dari negeri Khurasan dating kepadanya dengan membawa sekantong uang bernilai 5000 dirham dan 10 potong kain halus, orang itu berkata kepada Imam Hasan Al-Bashri: “Wahai orang yang mulia, uang dan sepuluh potong kain ini aku nafkahkan kepadamu”. Mendengar perkataan tersebut Imam Hasan Al Bashri lalu berkata: “Semoga ALLOOH mengampuni dirimu, bawalah kembali uang dan pakaianmu ini, aku tidak membutuhkan itu”. Kemudian Imam Hasan Bashri melanjutkan perkataannya: “Barangsiapa yang duduk dalam majlisku ini lalu ia menerima pemberian dari orang lain seperti kejadian ini, maka besok pada hari kiamat dia bertemu ALLOOH dengan tanpa memperoleh bagian (sedikitpun).”

Orang yang mempergunakan agama sebagai make-up belaka untuk menutupi kejahatan dirinya adalah akibat dari dorongan akhlaqnya yang rendah dan hatinya yang keruh. Di samping itu ketidaktahuan mengenai makna dan tujuan beragama dalam kehidupannya, sehingga mereka mudah terseret dalam pola fikir yang materialistis. Menurutnya hidup adalah makan, minum dengan memperturutkan segala keinginan diri, sedangkan orang yang tidak makan dan tidak mau menuruti keinginan diri adalah mati. Inilah cara berfikir orang yang tolol yang sesat jalan fikirnya, jiwanya telah dikuasai oleh nafsu hewani, dan mata hatinya telah buta terhadap kebenaran. Sehingga dengan mudah memperjual belikan ayat-ayat Al-Qur’an untuk kepentingan perutnya dan kedudukannya, sedangkan kejahatan yang dilakukannya itu sepertinya tidak ada beban moral bagi dirinya. Demikian di antara gambaran tingkah laku orang fasiq.

Dalam hal ini, ALLOOH memperingatkan kepada kaum muslimin agar tidak memperjual belikan ayat-ayat ALLOOH, apalagi untuk kepentingan perutnya dan kedudukannya. Sebagaimana disebutkan dalam firmanNYA:

Dan janganlah kamu menukar ayat-ayatKU dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan ALLOOH, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah: 44]

0 comments:

Post a Comment