Tanggal
10 Dzulhijjah Hijriyah, kaum muslimin di seluruh dunia sedang merayakan hari
raya Idul Adha mengiringi ibadah haji, puncak ibadah dalam syariat Islam
setelah jihad fii sabiliLLaah.
Pada
hari itu sekitar dua juta jamaa’ah haji dari seluruh penjuru dunia berkumpul di
Mina untuk melempar jumrah, setelah sehari sebelumnya wukuf di Arofah, dan
bermalam di Muzdalifah, dalam rangkaian manasik haji. Para jamaa’ah haji
mengenakan pakaian ichroom yang sama dan mengucapkan kalimat talbiyah yang
sama, melaksanakan perintah ALLOOH SWT:
“...mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap ALLOOH yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke BaituLLooh...” [QS. Ali Imron:97]
Hari itu juga disebut hari
berkurban, yaumun nahar karena para jamaa’ah haji menyembelih
hewan-hewan kurban, sebagai satu syi’ar dengan menyebut asma ALLOOH ketika
menyembelih hewan kurban, ALLOOH SWT berfirman:
“Supaya mereka
menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama ALLOOH
pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang ALLOOH telah berikan kepada
mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan faqir.”
[QS. Al Hajj:28]
Ummat Islam di seluruh penjuru
dunia mengiringi Haji dengan melaksanakan sholat Idul Adha dan menyembelih
hewan kurban sebagai syi’ar agama ALLOOH. ALLOOH SWT berfirman:
“Maka dirikanlah
sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah.” [QS. Al-Kautsar]
Ibadah Haji adalah satu kesatuan
dengan ibadah kurban dan sholat Idul Adha sebagai hari raya ummat Islam.
Pelaksanaan ketiganya yang merupakan satu kesatuan ibadah kepada ALLOOH SWT
adalah syi’ar, kekuatan, dan dakwah ummat Islam. ALLOOH SWT berfirman:
“Sesungguhnya
Shofaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar ALLOOH. Maka barangsiapa yang
beribadah haji ke BaituLLooh atau ber-‘umroh, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu
kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya ALLOOH Maha Mensyukuri
kebaikan lagi Maha Mengetahui.” [QS.Al Baqoroh:158]
Syi’ar-syi’ar ALLOOH dalam
ibadah haji adalah seluruh prosesi dalam manasik haji, baik itu dimulai dengan
mengenakan pakaian ichroom dan berjalan dari miqot, bermalam di Mina pada hari
Tarwiyah (8 Dzulhijjah), wukuf di padang Arofah (9 Dzulhijjah), dan bermalam di
Muzdalifah (malam 10 Dzulhijjah)
Lalu melempar jumroh sebagai
simbolisasi melempari syetan di Mina (10,11,12 Dzulhijjah), melaksanakan
tahalul (dengan memotong/ mencukur rambut), serta Thowaf wada’ sebagai
perpisahan. Termasuk di antara syi’ar haji adalah menyebut-nyebut asma ALLOOH
SWT dalam menyembelih kurban serta memakannya dan membaginya kepada faqir
miskin sebagaimana firman ALLOOH SWT. [QS. Al Hajj:28]
Haji sebagai prosesi ibadah
telah menyatukan sikap dan kalimat para jamaa’ah yang datang dari latar
belakang yang berbeda. Adapun bangsa, bahasa, warna kulit, jabatan, dan status
sosial mereka, dengan pakaian ichroom yang sama, serentak mereka
mendeklarasikan sikap dan tindakan mereka memenuhi panggilan ALLOOH SWT.
Labbaika ALLoohumma labbaik,
labbaika laa syarika laka labbaik, innal chamda wan ni’mata laka wal mulk, laa
syarika laka... (Kupenuhi panggilan-MU Yaa ALLOOH, kupenuhi panggilan-MU,
kupenuhi panggilan-MU tiada sekutu bagi-MU, kupenuhi panggilan-MU, sesungguhnya
segala puji, segala nikmat, segala kekuasaan adalah milik-MU, tidak ada sekutu
bagi-MU)
Kalimat talbiyah (kesediaan
memenuhi panggilan ALLOOH) itu terus mereka kumandangkan. Sungguh dahsyat! Dua
juta lebih jamaa’ah haji mengumandangkan kalimat yang sama. Oleh karena itu,
haji adalah sebuah momentum bersatunya kekuatan ummat Islam (soft power)
yang terbesar setelah ibadah jihad fii sabiliLLaah (hard power).
ALLOOH SWT memuji pengagungan syi’ar-syi’ar ALLOOH dalam firmanNYA:
“Demikianlah dan
barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar ALLOOH, maka sesungguhnya itu timbul
dari ketaqwaan hati.” [QS. Al Hajj: 32]
Kurban
adalah peribadatan yang diunggulkan pada hari raya Idul Adha. Idul Adha sendiri
maknanya adalah, kembali berkurban, yakni menyembelih kambing, sapi, atau onta,
dengan syari’at-syari’at tertentu setelah sholat Idul Adha. Diriwayatkan dari
Siti Aisya Ra, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda: “Tidak ada suatu amalan pun
yang dilakukan oleh manusia pada Hari Raya Qurban, lebih dicintai ALLOOH selain
dari menyembelih hewan qurban. Sesungguhnya hewan kurban itu kelak di hari
kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya, dan
sesungguhnya sebelum darah qurban itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah
diterima di sisi ALLOOH, maka beruntunglah kalian semua dengan pahala qurban
itu.” [HR. Imam At-Tirmidzi, no:1413]
Oleh
karena itu, setiap muslim yang mampu sangat dianjurkan berkurban. Kepada yang
enggan berkurban padahal mampu, RosuuluLLooh SAW bersabda:
“Barangsiapa
yang mempunyai kemampuan untuk berqurban, tapi ia tidak mau berqurban, maka
janganlah ia dekat-dekat di musholla (tempat sholat) kami.” [HR. Imam
Achmad, no:7924]
Begitu perhatian Nabi SAW kepada
syi’ar dan dakwah Islam hingga beliau SAW memerintahkan seluruh kaum muslimin,
tua muda, pria dan wanita agar hadir mengikuti sholat atau bahkan sekedar
mendengarkan khutbah. Bahwa wanita yang sedang chaidh pun diperintahkan untuk
hadir di tempat pelaksanaan sholat. Yang tidak punya jilbab agar dipinjami
untuk bisa hadir.
Beliau SAW memerintahkan agar
ummat Islam mengambil jalan berbeda antara datang ke tempat sholat dengan
pulangnya seraya mengumandangkan takbir. Bahkan kalimat takbir, tahlil, dan tachmid
itu diminta terus dikumandangkan selama empat hari sampai akhir tasyriq, yakni
tanggal 13 Dzulhijjah.
Demikian juga menyembelih kurban
dengan mengucapkan “BismiLLaahi ALLOOHu Akbar!” dan memakan dagingnya bersama
keluarga dan sahabat serta membagikan kepada faqir miskin pada tanggal
10,11,12, dan 13 Dzulhijjah adalah syi’ar dan kegembiraan untuk mengagungkan
asma ALLOOH yang sangat bernilai bagi persatuan dan kesatuan ummat serta da’wah
Islam.
WALLOOHU A’LAM BISH
SHOWAAB
0 comments:
Post a Comment