Friday, December 23, 2016

Janganlah Ikut Natalan!

Pada tanggal 1 Jumadil Ula 1401 H/ 7 Maret 1981 M, Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) Fatwa tentang Natal Bersama yang intinya bahwa mengikuti Natal Bersama bagi ummat Islam hukumnya adalah HARAM. Hal itu diperkuat dengan hujjah antara lain: Surat Al-Kaafiruun ayat 1-6, Surat Al-Baqoroh Ayat 42, Hadits Sayyidina Nu’man ibnu Ba’syir tentang Syubhat dan Kaidah Ushul “Dar’ul Mafaasid Muqoddamun ‘alaa Jalbil Mashoolih” (Menolak kerusakan didahulukan daripada mengambil mashlahat).

Syubhat Natal adalah pemutaran balikkan ayat maupun hadits untuk “menyamarkan” hukum natal yang sebenarnya sudah jelas keharamannya, sehingga natal yang haram diupayakan menjadi natal yang halal bagi ummat Islam, sekurang-kurangnya menjadi natal yang syubhat. Berikut beberapa syubhat natal dan jawabannya:
1.       SYUBHAT PERTAMA
Foto Formita Ub.Dalam Al-qur’an cukup banyak ayat-ayat yang bercerita tentang Nabi ‘Isa AS sekaligus menjadi hujjah bahwa ummat Islam wajib mencintai, menghormati dan mengimani beliau sebagai salah seorang Rosuul. Bahkan dalam Surat Maryam ayat 33, ALLOOH SWT menceritakan ucapan Nabi ‘Isa AS yang berbun: “Wassalaamu’alaikum ‘alayya yaumu ub’atsu hayyan.” (keselamatan  atasku di hari kayyah aku dilahirkan dan jari aku mati kerta harta hari aku dibangkitkan dalam kedaan hidup dihidup)
Dengan dasar itu semua, maka merayakan dan saling mengucapkan selamat atas Nabi Isa As menjadi sejalan dengan semangat Al-Qur’an, sekaligus menjadi bukti cinta, hormat dan iman kita kepada Nabi ‘Isa AS.

JAWABAN:
Iman kepada para Rosul merupakan salah satu rukun Islam. Dan Nabi Isa AS merupakan salah satu Rosul yang wajib diimani. Mengekspresikan cinta dan hormat serta iman kepada Nabi ‘Isa AS yang paling utama adalah dalam bentuk memposisikan beliau sebagai Hamba ALLOOH SWT dan Rosuul-NYA, serta menolak segala bentuk PENUHANAN terhadap dirinya. Jadi, pengekspresian tersebut tidak mesti dengan memperingati hari lahirnya.

Andaikata pun kita ingin merayakan hari lahir Nabi Isa AS dengan dasar ayat 33 Surat Maryam, maka kita akan kesulitan menentukan tanggalnya, karena tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an atau Hadits Nabi SAW atau Atsar dari Shohabat, Tabi’in mau pun Tabi’it Tabi’in yang menginformasikan tentang tanggal kelahiran Nabi Isa AS.

2.       SYUBHAT KEDUA:
Foto Haris Saputra.Dalam hadits muttafaqun ‘alaihi yang bersumber dari Sayyiduna ‘AbduLLooh ibnu ‘Abbas RA diceritakan bahwa RosuuluLLooh SAW pernah menerima Informasi dari Yahudi tentang kemenangan Nabi Musa AS di hari Asyuro’ (10 Mucharrom), lalu Nabi SAW dan para sahabatnya merayakan kemenangan Nabi Musa AS di hari itu dengan berpuasa.
Jika Nabi SAW menerima INFO YAHUDI tentang tanggal bersejarah 10 Mucharrom sebagai hari kemenangan Nabi Musa AS lalu merayakannya, maka tidak mengapa kita menerima INFO NASHRONI tentang tanggal bersejarah 25 Desember sebagai hari kelahiran Nabi ‘Isa AS dan merayakannya pula.

JAWABAN:
Dalam hadits muttafqun ‘alaihi yang lain bersumber dari Sayyidatuna Aisyah RA menerangkan bahwa Puasa ‘Asyura sudah dilakukan masyarakat Quroisy sejak zaman Jahiliyah, dan di zaman permulaan Islam menjadi Puasa Wajib hingga diwajibkan Puasa Romadhon di tahun kedua Hijriyah.

Jadi, puasa Nabi SAW di hari ‘Asyuro bukan meniru-niru perbuatan Yahudi. Apalagi dalam sebuah hadis shohih disebutkan tentang niat dan anjuran Nabi SAW buat ummatnya agar juga Puasa Tasu’a (9 Mucharrom) untuk membedakan puasa ummat Islam dengan puasa Yahudi di hari ‘Asyuro.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa tuntunan Nabi SAW adalah tidak meniru-niru perbuatan kaum kafir, apalagi dalam sebuah hadits lainnya beliau SAW menegaskan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian darinya.

Memang, sikap Nabi SAW yang diartikan sebagai bentuk perayaan terhadap Hari Kemenangan Nabi Musa AS bisa dijadikan dalil pembenaran syar’I bagi perayaan Hari Bersejarah seorang Nabi atau Rosuul, termasuk Hari Lahir Nabi ‘Isa AS. Namun itu tidak boleh dijadikan dalil pembenaran syar’I bagi tanggal 25 Desember sebagai Hari Kelahiran Nabi Isa AS. Apalagi dijadikan dalil buat meniru-niru Nashroni dalam merayakan Natal.

Penerimaan Nabi SAW terhadap INFO YAHUDI tentang tanggal 10 Mucharrom sebagai Hari Kemenangan Nabi Musa AS menjadi PEMBENARAN SYAR’I bagi info tersebut karena sunnah nabi SAW adalah sumber hukum Islam yang autentik setelah Al-Qur’an. Artinya, info itu menjadi benar bukan karena datangnya dari Yahudi, tapi karena DIBENARKAN oleh Nabi SAW.

Sedang INFO NASHRONI tentang tanggal 25 Desember sebagai Hari Lahir Nabi ‘Isa AS tidak memiliki PEMBENARAN SYAR’I sama sekali, sehingga tidak bisa dibenarkan.

3.       SYUBHAT KETIGA
Ada hadits RosuuluLLooh SAW yang membolehkan ummat Islam menyampaikan berita yang berasal dari Ahlul Kitab. Karenanya, jika Nashroni di seantero dunia sudah sepakat merayakan Hari Lahir Nabi Isa AS pada tanggal 25 Desember, maka itu bisa menjadi bagian berita Ahlul Kitab yang boleh kita terima.

JAWABAN:
Memang, ada hadits tentang kebolehan menyampaikan Ahlul Kitab, tapi ada hadits juga yang mengarahkan ummat Islam agar tidak mempercayai (membenarkan) dan tidak pula mendustakan (menyalahkan) berita Ahlul Kitab.

Maksud berita Ahlul Kitab adalah segala info yang datang dari Kitab-kitab suci atau Doktrin Asli ajaran agama Yahudi dan Nashroni, Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah mengklasifikasikan berita Ahlul Kitab menjadi tiga kategori, yaitu

a.       Info yang dibenarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah maka wajib diterima,
b.      Info yang ditentang Al-Qur’an dan As-Sunnah maka wajib ditolak,
c.       Info yang tidak dibenarkan dan tidak pula ditentang Al-Qur’an dan As-Sunnah maka wajib tawaqquf, yaitu tidak menerima dan tidak juga menolak.
Dan masih banyak lagi SYUBHAT yang lain.
WaLLoohu a’lam.



0 comments:

Post a Comment