Monday, September 26, 2016

Imbalan Satu Dinar

Suatu hari Sayyidina ‘Ali KWH bertanya kepada istrinya, apakah ia mempunyai sesuatu untuk dimakan. Siti Faathimah menjawab: “Demi ALLOOH yang memuliakan ayahku dengan Nubuwwah, aku tidak mempunyai sesuatu untuk makan sekeluarga hari ini. Sejak pagi kita semua belum makan apa-apa. Aku sendiri sudah dua hari tidak memakan sesuatu. Aku benar-benar pilu memikirkan nasib anak-anakku.”

Dengan hati sedih Sayyidina ‘Ali KWH berkata: “Mengapa engkau diam saja dan tidak mau memberitahu sebelumnya, agar aku bisa mendapatkan rizki?”

“Aku malu kepada ALLOOH...” jawab Siti Faathimah sambil menundukkan kepala, “...aku tidak mau membebani dirimu dengan sesuatu yang tak dapat kau pukul.”

Hasil gambarDemikian hancur hati Sayyidina ‘Ali RA mendengar jawaban istri yang penuh ketaqwaan dan kasih sayang itu. Ia pun keluar meninggalkan rumah tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia yakin bahwa ALLOOH akan melimpahkan kemurahan kepada keluarganya. Ia menuju ke rumah seorang teman dengan maksud hendak meminjam uang satu dinar. Setelah berhasil mendapatkan pinjaman, ia segera pergi membeli makanan untuk keluarganya. Akan tetapi pada saat sedang mengeluarkan uang dari kocek hendak membayar makanan yang dibelinya, tiba-tiba dilihatnya salah seorang sahabatnya sedang berjalan di terik matahari dengan wajah lesu. Sayyidina ‘Ali RA tak dapat menahan perasaannya dan bertanya: “Hai Miqdad, apa yang memaksamu sampai keluar di terik matahari seperti ini?”

Miqdad menyahut: “Hai Abul Hasan, anda tak usah bertanya. Biarkan sajalah aku ini...”

Mendengar jawaban Miqdad seperti itu Sayyidina ‘Ali RA tambah ingin tahu. Tanpa menghiraukan jawaban Miqdad ia bertanya lagi: “Saudara, tidak patut Anda merahasiakan sesuatu kepadaku!”

Dengan nada kesal dan pikiran bingung Miqdad menyahut: “Kalau Anda benar-benar ingin mengetahui keadaanku, ketahuilah bahwa aku terpaksa keluar karena tidak tahan lagi melihat keluargaku menangis kelaparan. Ketika aku melihat anak-anakku yang masih kecil menangis minta makan, aku lari keluar dalam keadaan bingung. Ke sana ke mari tanpa tujuan. Seperti orang yang sedang mencari-cari tengkuknya sendiri. Itulah keadaanku kalau Anda ingin tahu!”

Sayyidina ‘Ali RA menunduk untuk menyembunyikan air mata yang membasahi pipinya. Dengan hati serasa diremas-remas: “Hai Miqdad, Demi ALLOOH, yang membuat aku resah hari ini sama seperti yang membuatmu gelisah. Aku baru saja mendapat pinjaman uang satu dinar...,” kata Sayyidina ‘Ali sambil memperlihatkan uang itu yang nyaris digunakan untuk membeli makanan bagi keluarganya itu, “... tetapi, ambillah uang ini. Engkau lebih membutuhkan ketimbang aku.”

Mula-mula Miqdad agak ragu, tetapi setelah tahu pasti bahwa Sayyidina ‘Ali menyerahkan uang itu secara ikhlas dan sungguh-sungguh, akhirnya diterimanya juga sambil menyatakan terima kasih, kemudian cepat-cepat berlalu.

Sayyidina ‘Ali pun segera pulang agar dapat menunaikan sholat dzhuhur bersama RosuuluLLooh SAW. Seusai sholat, ia tetap tinggal di masjid bersama Beliau SAW hingga selesai sholat maghrib. Selepas menunaikan sholat, RosuuluLLooh SAW bangkit dari tempatnya, kemudian berjalan perlahan-lahan lewat depat Sayyidina ‘Ali yang masih duduk terpaku. Beliau sengaja menyentuhkan kakinya kepada Sayyidina ‘Ali sebagai isyarat mengajak pulang. Setibanya di pintu masjid, RosuuluLLooh SAW menoleh kepadanya sambil bertanya: “Abul Hasan, apakah engkau mempunyai makanan untuk malam ini?”

Sepatah kata pun Sayyidina ‘Ali tidak menyahut. Ia menundukkan kepala. Alangkah malu rasanya. Namun RosuuluLLooh SAW segera berkata lagi: “Katakan saja..., kalau tidak, aku akan pergi, tetapi kalau memang punya, aku akan turut makan bersama...”

Sayyidina ‘Ali masih tetap diam. Mulutnya terasa tersumbat dan lidah serasa terhambat. RosuuluLLooh SAW menyambung lagi,”Marilah, kita pulang bersama-sama...”

Mertua dan menantu itu berjalan menuju ke rumah. Sayyidina ‘Ali masih tetap diam dan berjalan agak di belakang RosuuluLLooh SAW. Pikirannya galau dan sedemikian resah campur malu, karena ia yakin di rumah tidak ada sesuatu yang bisa dimakan.

Setiba di rumah putrinya, RosuuluLLooh SAW melihat Siti Faathimah sedang berada di dalam mihrob. Di belakang mihrob tampak sebuah belanga yang terletak di atas tungku menyala mengepulkan asap. Mendengar suara ayah dan suaminya datang, Siti Faathimah RA tergopoh-gopoh menyambut dan mengucapkan salam. RosuuluLLooh SAW menjawab salam putrinya dan sambil memegang tangannya beliau membelai rambut Siti Faathimah yang hitam dan lebat itu.

Sebagai jawaban atas pertanyaan ayahandanya Siti Faathimah mengatakan bahwa keadaannya baik-baik saja, alchamduliLLaah.

Hasil gambarSaat makan malam sudah tiba, Siti Faathimah RA mendekati tungku hendak mengangkat belanga. Setelah tutupnya dibuka, belanga itu diletakkan di depan ayah dan suaminya, yang masing-masing sudah siap hendak menikmati hidangan. Tetapi bau sedap yang keluar dari belanga itu ternyata membingungkan Sayyidina ‘Ali. Raut mukanya mendadak berubah dan dengan pandangan mata yang tajam ia menatap wajah istrinya dengan beratus ribu pertanyaan. Tampaknya ia sedang berusaha menahan ucapan yang hampir lepas dari ujung lidah. Begitu aneh nampaknya wajah Sayyidina ‘Ali pada waktu itu. Heran, cemas, ragu, dan bimbang.

Melihat perubahan wajah suaminya secara mendadak dan pandangan matanya yang menatap tajam, Siti Faathimah terheran-heran dan akhirnya bertanya: “Apa dosa dan kesalahanku sampai engkau menatap aku sedemikian rupa...?”
“Dosa...? Salah...?” sahut Sayyidina ‘Ali dengan suara terputus-putus menahan amarah dan luapan emosi. “Dosa apa lagi yang lebih besar? Tadi siang engkau mengatakan sudah dua hari tidak makan karena tidak mempunyai sesuatu yang bisa dimakan. Tetapi sekarang...? Dan ini...?” tanya Sayyidina ‘Ali sambil menunjuk ke arah belangaa yang mengepul mengeluarkan bau sedap.

Sambil menengadah ke atas, Siti Faathimah RA berucap dengan khusyuk: “Tuhanku mengetahui segala yang ada di langit dan bumi... Aku tidak mengatakan sesuatu kepadamu (Yaa ‘Ali) selain yang sebenarnya...” katanya sendu...

“Kalau begitu, ini dari mana? Belum pernah aku mencium bau masakan sesedap itu. Baru kali ini aku akan mengenyam makanan selezat itu...!” kata Sayyidina ‘‘Ali. RosuuluLLooh SAW yang sudah duduk bersila sama sekali tidak turut campur tangan dan tetapi diam sambil mengikuti percakapan antara suami-istri itu. Tetapi setelah, dilihatnya bahwa putrinya tidak lagi dapat memberi jawaban yang memuaskan suaminya, Beliau SAW memegang pundak Sayyidina ‘Ali dan sambil tersenyum dan berkata: “Wahai ‘Ali, itulah pahala uang satu dinar yang kau berikan kepada Miqdad. Itulah pahala dari ALLOOH SWT. DIA memberi pahala kepada siapa saja menurut kehendakNYA tanpa hitungan.”


Dengan mata berlinang Beliau SAW: “Segala puji bagi ALLOOH yang tidak akan mengeluarkan kalian dari dunia ini sebelum DIA melimpahkan pahala kepada kalian seperti yang pernah dilimpahkan kepada keluarga Zakariya. Wahai Faathimah, ganjaran pahala yang dilimpahkan kepada Maryam yang senantiasa melihat rezeki tersedia di dalam mihrobnya. Dan ketika Zakaria bertanya kepada Maryam: ‘Dari mana rizki itu didapat?’ Maryam menjawab: ‘Itulah pemberian ALLOOH’. ALLOOH melimpahkan rezeki kepada siapa saja menurut kehendakNYA tanpa hitungan.”

WALLOOHU A'LAM

0 comments:

Post a Comment