Thursday, December 6, 2018

Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Betapa seringnya seruan untuk bertaqwa kepada ALLooh dan ajakan untuk menuju kepada kebaikan didengungkan kepada kita, baik melalui mimbar khotbah, ceramah-ceramah, pengajian-pengajian dan lain sebagainya. Akan tetapi kemaksiatan, kemungkaran dengan berbagai bentuknya masih saja kita jumpai, bahkan diri kita juga termasuk pelaku kemaksiatan dan kemungkaran itu. Akankah kenyataan seperti ini kita biarkan sehingga kemaksiatan dan kemungkaran ini meningkat dan terus meningkat dengan pesatnya? Ataukah mata hati telah tertutup sehingga kita tak peduli dengan apa yang terjadi? Padahal ALLooh secara jelas telah memerintahkan kepada kita kaum muslimin agar beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Amar ma’ruf artinya memerintahkan atau mengajak orang agar berbuat baik, berbuat kebajikan, berbuat sesuatu yang diridhoi ALLooh. Nahi mungkar artinya mencegah atau melarang orang berbuat kejahatan, kemaksiatan atau sesuatu yang mendatangkan murka ALLooh.

Perlu diketahui, bahwa syiar Islam sangat penting adalah tegaknya amar ma’ruf dan nahi mungkar. Semakin banyak kaum muslimin beramar ma’ruf dan nahi mungkar, maka akan semakin jaya dan bertambah syiarnya. Sebaliknya, seandainya kaum muslimin sudah enggan beramar ma’ruf dan nahi mungkar jangan diharapkan syiar Islam akan bertambah kelihatan di bumi ini. Bahkan agama Islam akan semakin suram karena tertutup oleh tindak kemaksiatan dan kemungkaran yang terus melanda dan merajalela di mana-mana. Orang sudah terbiasa bertindak kejahatan dan kemaksiatan, sementara ummat Islam sudah tidak peduli dan tidak prihatin dengan kemaksiatan dan kemungkaran yang terjadi di lingkungannya. Ironis sekali bila kenyataan ini yang kita jumpai. Oleh sebab itu, marilah kita tegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar ini. Kita mulai dari diri kita sendiri, anak-anak, istri dan keluarga kita. Kemudian kita lebarkan kepada orang lain. Sesuai dengan firman ALLooh SWT dalam QS. At-Tahrim ayat 6:
Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”

Kita mulai amar ma’ruf dan nahi mungkar dari kita dan keluarga kita terlebih dahulu agar jangan sampai kita menyeru kepada orang lain, sementara kita dan keluarga kita sendiri ketinggalan. Kebajikan yang kita lakukan sudah mengandung misi amar ma’ruf itu sendiri. Karena kebajikan itu akan terlihat dan mungkin akan diteladani oleh orang lain.

Memang, beramar ma’ruf dan bernahi mungkar ini suatu kenyataan dan tantangan yang harus kita upayakan. Sebab bagaimana pun kebajikan itu terlintas dipikiran kita, rasanya tak mungkin terwujud sebelum kita mau melaksanakan dan atau mengajak untuk ikut melaksanakannya. Begitu pula, kemungkaran, betapa pun kita rishi dan tak ingin melihatnya, tanpa kita berusaha menahan diri agar tidak melaksanakannya dan mencegah orang lain melakukan perbuatan itu, tak mungkin kemungkaran dan kemaksiatan akan surut dan sirna. Dan semua itu bukanlah merupakan hal yang sulit bila kita mau melangkah dan berusaha. Bahkan sudah menjadi kewajiban kolektif amar ma’ruf dan nahi mungkar ini bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf baik laki-laki maupun perempuan. RosuuluLLooh SAW bersabda:
Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya ia mengubah dengan tangannya, bila ia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan bila masih belum mampu, maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.” [HR. Imam Muslim]

Hadits di atas memberi petunjuk kepada kita sekalian, bahwa meski dalam situasi bagaimanapun kita dituntut untuk beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Jika ternyata kemungkaran sudah berani menantang sedang kita mampu memberantasnya dengan tangan kita, dengan kekuatan kita atau dengan kekuasaan kita, maka sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban kita memiliki. Apabila dengan kekuatan itu kita tidak mampu misalnya, kita tidak memiliki kekuatan itu, maka dengan lisan kita. Melalui nasehat yang baik, ceramah atau dialog. Dan bila dengan lisan ini pun tak mampu melakukan, maka minimal hati ini ingkar dengan kemungkaran yang terjadi dan berdoa mohon kepada ALLooh SWT semoga kemungkaran itu lekas lenyap dan tak terulang lagi. Ingkar dengan hati terhadap kemungkaran ini dinyatakan oleh Nabi SAW hanya bagi orang yang lemah imannya.

Zaman kita sekarang ini yang biasa disebut dengan era globalisasi, era modern, era milenial, dan era teknologi, sementara setiap orang lebih banyak mementingkan segi duniawinya daripada segi akhiratnya. Sudah barang tentu keadaan seperti ini mengakibatkan orang mudah dan banyak yang terjerumus ke dalam dosa, sementara mereka tidak tahu atau mengerti tapi tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan itu adalah perbuatan dosa.

Kenyataan seperti ini mendorong kita untuk lebih giat beramar ma’ruf dan nahi mungkar sebagai upaya agar kemaksiatan dan kemungkaran tidak terus meningkat dan melanda di mana-mana, lebih-lebih di daerah yang masih baik.

Pada suatu hari RosuuluLLooh SAW masuk ke dalam rumahnya seolah-olah dalam ketakutan seraya memperingatkan kepada bangsa Arab atau ummatnya akan datangnya suatu masa di mana pada masa itu iman akan teruji. Yaitu ketika akhlaqul karimah melawan arus kerusakan moral yang dibawa oleh orang-orang yang anti agama. Para sahabat yang mendengar peringatan beliau itu bertanya: “Wahai RosuuluLLooh, mungkinkah kami akan binasa padahal masih ada orang-orang yang saleh di tengah-tengah kita?” Beliau menjawab: “Ya, apabila kejahatan kelewatan banyak.”

Cerita di atas yang diriwayatkan oleh Imam Bukhooriy dan Imam Muslim yang bersumber dari Zaenab binti Jahsy itu merupakan isyarat kepada kita sekalian, bahwa kalau kita sudah tak mau beramar ma’ruf dan nahi mungkar, sudah pasti kejahatan akan merajalela, sehingga akan mengakibatkan kita binasa ditelan kejahatan.

Senada dengan cerita di atas, Al-Qur’an juga telah memperingatkan agar kita takut dengan bencana yang tidak menimpa hanya kepada orang-orang yang dzholim saja. Surat Al-Anfaal ayat 25 menyebutkan:
Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzholim di antara kamu, dan ketahuilah bahwa ALLooh itu amat keras siksaan-Nya.”

Betapa ngerinya jika hal itu benar-benar terjadi dan menimpa kita. Kita akan menerima siksa dari ALLooh lantaran kelalaian kita sendiri di dalam beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Oleh sebab itu, sebelum apa yang kita khawatirkan terjadi, kita harus mengubah sikap untuk menjaga agar jangan sampai ditimpa siksa. Yaitu dengan giat melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar kapan saja dan kepada siapa saja, sekalipun orang itu atasan kita.

Demikianlah kewajiban kita dalam beramar ma’ruf dan nahi mungkar sesuai dengan ayat Al-Qur’an surah Ali Imron ayat 104:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.”

0 comments:

Post a Comment