Betapa seringnya seruan untuk
bertaqwa kepada ALLooh dan ajakan untuk menuju kepada kebaikan didengungkan
kepada kita, baik melalui mimbar khotbah, ceramah-ceramah, pengajian-pengajian
dan lain sebagainya. Akan tetapi kemaksiatan, kemungkaran dengan berbagai
bentuknya masih saja kita jumpai, bahkan diri kita juga termasuk pelaku
kemaksiatan dan kemungkaran itu. Akankah kenyataan seperti ini kita biarkan
sehingga kemaksiatan dan kemungkaran ini meningkat dan terus meningkat dengan pesatnya?
Ataukah mata hati telah tertutup sehingga kita tak peduli dengan apa yang
terjadi? Padahal ALLooh secara jelas telah memerintahkan kepada kita kaum
muslimin agar beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Amar ma’ruf artinya
memerintahkan atau mengajak orang agar berbuat baik, berbuat kebajikan, berbuat
sesuatu yang diridhoi ALLooh. Nahi mungkar artinya mencegah atau melarang orang
berbuat kejahatan, kemaksiatan atau sesuatu yang mendatangkan murka ALLooh.
Perlu diketahui, bahwa syiar
Islam sangat penting adalah tegaknya amar ma’ruf dan nahi mungkar. Semakin
banyak kaum muslimin beramar ma’ruf dan nahi mungkar, maka akan semakin jaya
dan bertambah syiarnya. Sebaliknya, seandainya kaum muslimin sudah enggan
beramar ma’ruf dan nahi mungkar jangan diharapkan syiar Islam akan bertambah
kelihatan di bumi ini. Bahkan agama Islam akan semakin suram karena tertutup
oleh tindak kemaksiatan dan kemungkaran yang terus melanda dan merajalela di
mana-mana. Orang sudah terbiasa bertindak kejahatan dan kemaksiatan, sementara
ummat Islam sudah tidak peduli dan tidak prihatin dengan kemaksiatan dan
kemungkaran yang terjadi di lingkungannya. Ironis sekali bila kenyataan ini
yang kita jumpai. Oleh sebab itu, marilah kita tegakkan amar ma’ruf dan nahi
mungkar ini. Kita mulai dari diri kita sendiri, anak-anak, istri dan keluarga
kita. Kemudian kita lebarkan kepada orang lain. Sesuai dengan firman ALLooh SWT
dalam QS. At-Tahrim ayat 6:
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Kita mulai amar ma’ruf dan nahi
mungkar dari kita dan keluarga kita terlebih dahulu agar jangan sampai kita
menyeru kepada orang lain, sementara kita dan keluarga kita sendiri
ketinggalan. Kebajikan yang kita lakukan sudah mengandung misi amar ma’ruf itu
sendiri. Karena kebajikan itu akan terlihat dan mungkin akan diteladani oleh
orang lain.
Memang, beramar ma’ruf dan
bernahi mungkar ini suatu kenyataan dan tantangan yang harus kita upayakan.
Sebab bagaimana pun kebajikan itu terlintas dipikiran kita, rasanya tak mungkin
terwujud sebelum kita mau melaksanakan dan atau mengajak untuk ikut
melaksanakannya. Begitu pula, kemungkaran, betapa pun kita rishi dan tak ingin
melihatnya, tanpa kita berusaha menahan diri agar tidak melaksanakannya dan
mencegah orang lain melakukan perbuatan itu, tak mungkin kemungkaran dan
kemaksiatan akan surut dan sirna. Dan semua itu bukanlah merupakan hal yang
sulit bila kita mau melangkah dan berusaha. Bahkan sudah menjadi kewajiban
kolektif amar ma’ruf dan nahi mungkar ini bagi kaum muslimin yang sudah
mukallaf baik laki-laki maupun perempuan. RosuuluLLooh SAW bersabda:
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya ia
mengubah dengan tangannya, bila ia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan bila
masih belum mampu, maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah
iman.” [HR. Imam Muslim]
Hadits di atas memberi petunjuk
kepada kita sekalian, bahwa meski dalam situasi bagaimanapun kita dituntut
untuk beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Jika ternyata kemungkaran sudah berani
menantang sedang kita mampu memberantasnya dengan tangan kita, dengan kekuatan
kita atau dengan kekuasaan kita, maka sudah menjadi tanggung jawab dan
kewajiban kita memiliki. Apabila dengan kekuatan itu kita tidak mampu misalnya,
kita tidak memiliki kekuatan itu, maka dengan lisan kita. Melalui nasehat yang
baik, ceramah atau dialog. Dan bila dengan lisan ini pun tak mampu melakukan,
maka minimal hati ini ingkar dengan kemungkaran yang terjadi dan berdoa mohon
kepada ALLooh SWT semoga kemungkaran itu lekas lenyap dan tak terulang lagi.
Ingkar dengan hati terhadap kemungkaran ini dinyatakan oleh Nabi SAW hanya bagi
orang yang lemah imannya.
Zaman kita sekarang ini yang
biasa disebut dengan era globalisasi, era modern, era milenial, dan era
teknologi, sementara setiap orang lebih banyak mementingkan segi duniawinya
daripada segi akhiratnya. Sudah barang tentu keadaan seperti ini mengakibatkan
orang mudah dan banyak yang terjerumus ke dalam dosa, sementara mereka tidak
tahu atau mengerti tapi tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan itu adalah
perbuatan dosa.
Kenyataan seperti ini mendorong
kita untuk lebih giat beramar ma’ruf dan nahi mungkar sebagai upaya agar
kemaksiatan dan kemungkaran tidak terus meningkat dan melanda di mana-mana,
lebih-lebih di daerah yang masih baik.
Pada suatu hari RosuuluLLooh SAW
masuk ke dalam rumahnya seolah-olah dalam ketakutan seraya memperingatkan
kepada bangsa Arab atau ummatnya akan datangnya suatu masa di mana pada masa
itu iman akan teruji. Yaitu ketika akhlaqul
karimah melawan arus kerusakan moral yang dibawa oleh orang-orang yang anti
agama. Para sahabat yang mendengar peringatan beliau itu bertanya: “Wahai
RosuuluLLooh, mungkinkah kami akan binasa padahal masih ada orang-orang yang
saleh di tengah-tengah kita?” Beliau menjawab: “Ya, apabila kejahatan kelewatan
banyak.”
Cerita di atas yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhooriy dan Imam Muslim yang bersumber dari Zaenab binti Jahsy itu
merupakan isyarat kepada kita sekalian, bahwa kalau kita sudah tak mau beramar
ma’ruf dan nahi mungkar, sudah pasti kejahatan akan merajalela, sehingga akan
mengakibatkan kita binasa ditelan kejahatan.
Senada dengan cerita di atas,
Al-Qur’an juga telah memperingatkan agar kita takut dengan bencana yang tidak
menimpa hanya kepada orang-orang yang dzholim saja. Surat Al-Anfaal ayat 25
menyebutkan:
”Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang dzholim di antara kamu, dan ketahuilah bahwa ALLooh itu amat
keras siksaan-Nya.”
Betapa ngerinya jika hal itu
benar-benar terjadi dan menimpa kita. Kita akan menerima siksa dari ALLooh
lantaran kelalaian kita sendiri di dalam beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Oleh
sebab itu, sebelum apa yang kita khawatirkan terjadi, kita harus mengubah sikap
untuk menjaga agar jangan sampai ditimpa siksa. Yaitu dengan giat melakukan
amar ma’ruf dan nahi mungkar kapan saja dan kepada siapa saja, sekalipun orang
itu atasan kita.
Demikianlah kewajiban kita dalam
beramar ma’ruf dan nahi mungkar sesuai dengan ayat Al-Qur’an surah Ali Imron
ayat 104:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.
Merekalah orang-orang yang beruntung.”
0 comments:
Post a Comment