Isro’ adalah perjalanan Nabi SAW
dari Masjid Charom di Makkah ke Masjidil Aqsho di Al-Quds. Mi’roj adalah
kenaikan RosuuluLLooh SAW menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang
tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluq, malaikat, manusia, dan jin.
Semua itu ditetentangmpuh dalam semalam.
Jumhur kaum muslimin sepakat
bahwa perjalanan ini dilakukan RosuuluLLooh SAW dengan jasad dan ruh. Karena
itu, ini merupakan salah satu mukjizatnya yang mengagungkan yang dikaruniakan
ALLooh kepadanya.
Kisah perjalanan ini disebutkan
oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim secara lengkap di dalam Shohihnya. Disebutkan
bahwa dalam perjalanan ini, RosuuluLLooh SAW menunggang buroq yakni satu jenis
binatang yang lebih besar dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta.
Binatang ini berjalan dengan langkah sejauh mata memandang. Disebutkan pula
bahwa Nabi SAW memasuki Masjidil Aqsho lalu sholat dua roka’at di dalamnya.
Malaikat Jibril AS kemudian datang kepadanya seraya membawa segelas khomr dan
segelas susu. Nabi SAW lalu memilih susu. Setelah itu, malaikat Jibril berkata:
“Engkau telah memilih fitrah.” Dalam perjalanan ini, RosuuluLLooh SAW naik ke
langit pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai ke Sidrotul Muntaha. Di
sinilah kemudian ALLooh mewahyukan kepadanya apa yang telah diwahyukan, di
antaranya kewajiban sholat lima pulu kali sehari semalam.
Keesokan harinya, RosuuluLLooh
SAW menyampaikan apa yang disaksikannya kepada penduduk Makkah. Akan tetapi,
oleh kaum musyrik, berita ini didustakan dan ditertawakan. Sebagian mereka
menantang RosuuluLLooh untuk menggambarkan Baitul Maqdis jika benar ia telah
pergi dan melakukan sholat di dalamnya. Padahal ketika menziarohinya, tidak
pernah terlintas dalam pikiran RosuuluLLooh SAW untuk menghafal bentuknya dan
menghitung tiang-tiangnya. ALLooh kemudian memperlihatkan bentuk dan gambar
Baitul Maqdis di hadapan RosuuluLLooh SAW sehingga dengan mudah beliau
menjelaskannya secara rinci sebagaimana yang mereka minta.
Imam Bukhori dan Imam Muslim
meriwayatkan bahwa RosuuluLLooh SAW bersabda: “Ketika kaum Quroisy
mendustakan aku, aku berdiri di Hijr Ismail, lalu ALLooh memperlihatkan Baitul
Maqdis kepadaku. Kemudian aku kabarkan kepada mereka tentang tiang-tiangnya
dari apa yang aku lihat.”
Berita ini oleh sebagian kaum
musyrikin disampaikan kepada Sayyidina Abu Bakar dengan harapan dia akan
menolaknya. Ternyata Sayyidina Abu Bakar menjawab, “Jika memang benar Muchammad
yang mengatakannya, dia telah berkata benar dan sungguh aku akan membenarkannya
lebih dari itu.”
Pada pagi hari dari malam Isro’ itu,
malaikat Jibril AS datang kepada RosuuluLLooh SAW mengajarkan cara sholat dan
menjelaskan waktu-waktunya. Sebelum disyariatkannya sholat lima waktu,
RosuuluLLooh SAW melakukan sholat dua roka’at di pagi hari dan dua roka‘at di
pagi hari dan dua roka’at di sore hari sebagaimana dilakukan oleh Nabi Ibrohim
AS.
BEBERAPA IBROH
Pertama, kedudukan mukjizat
Isro’ dan Mi’roj di antara peristiwa-peristiwa yang telah di alami RosuuluLLooh
SAW pada waktu itu. RosuuluLLooh SAW telah merasakan berbagai penyiksaan
dan gangguan yang dilancarkan kaum Quroisy kepadanya. Di antara penderitaan
terakhir (sampai terjadinya Isro’ dan Mi’roj) ialah apa yang dialami ketika
hijrah ke Thoif. Perasaan tidak berdaya sebagai manusia dan betapa perlunya
pembelaan terungkapkan seluruhnya dalam doa Nabi SAW yang diucapkan setelah
tiba di kebun kedua anak Robi’ah. Dalam munajatnya ini pula terungkap makna
pengaduan kepada ALLooh dan keinginannya untuk mendapatkan penjagaan dan
pertolongan-NYA. Beliau bahkan khawatir jangan-jangan apa yang dialaminya ini
karena murka ALLooh kepadanya. Karena itu, di antara untaian doanya terucap
kalimat, “Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tidak aku
hiraukan.”
Kemudian setelah itu, datanglah
“undangan” Isro’ dan Mi’roj sebagai penghormatan dari ALLooh dan penyegaran
semangat dan ketabahannya. Di samping sebagai bukti bahwa apa yang baru
dialaminya dalam perjalanan hijrah ke Thoif bukan karena ALLooh murka atau
melepaskannya, melainkan hanya merupakan sunnatuLLooh yang harus berlaku pada
para kekasih-NYA. Sunnah dakwah islamiyah pada setiap masa dan waktu.
Kedua, makna yang terkandung
dalam perjalanan Isro’ ke Baitul Maqdis. Berlangsungnya perjalanan Isro’ ke
Baitul Maqdis dan Mi’roj ke langit tujuh dalam rentang waktu yang hampir
bersamaan, menunjukkan betapa tinggi dan mulia kedudukan Baitul Maqdis di sisi
ALLooh. Hal ini juga merupakan bukti nyata akan adanya hubungan yang sangat
erat antara ajaran Nabi Isa AS dan ajaran Nabi Muchammad SAW, ikatan agama yang
satu yang diturunkan ALLooh kepada para Nabi AS.
Peristiwa ini juga memberikan
isyarat bahwa kaum Muslimin di setiap tempat dan waktu harus menjaga dan
melindungi rumah suci (Baitul Maqdis) ini keserakahan musuh-musuh Islam.
Seolah-olah hikmah ilahiyah ini mengingatkan kaum Muslimin zaman
sekarang agar tidak takut dan menyerah menghadapi kaum Yahudi yang tengah
menodai dan merampas rumah suci ini, untuk membebaskannya dari tangan-tangan
najis dan mengembalikannya kepada pemiliknya, kaum Muslimin.
Siapa tahu? Barangkali peristiwa
Isro’ yang agung inilah yang menggerakkan Sholachuddin Al-Ayyubi untuk
menggerakkan kekuatannya melawan serbuan-serbuan Salibis dan mengusirnya dari
rumah suci ini!
Ketiga, pilihan Nabi SAW
terhadap minuman susu, ketika malaikat Jibril menawarkan dua jenis minuman,
susu dan khomr, merupakan isyarat secara simbolik bahwa Islam adalah agama
fitrah yakni agama yang aqiidah dan seluruh hukumnya sesuai dengan tuntutan
fitrah manusia. Di dalam Islam tidak ada sesuatu pun yang bertentangan
dengan tabiat manusia. Seandainya fitrah berbentuk jasad, niscaya Islam akan
menjadi bajunya yang pas.
Faktor inilah yang menjadi
rahasia mengapa Islam begitu cepat tersebar dan diterima manusia. Hal ini
karena betapapun tingginya budaya dan peradaban manusia dan betapapun manusia
telah mereguk kebahagiaan material, ia akan tetap cenderung ingin melepaskan
segala bentuk beban dan ikatan-ikatan yang jauh dari tabiatnya Islam adalah
satu-satunya sistem yang dapat memenuhi semua tuntutan fitrah manusia.
Keempat, jumhur ulama, baik
salaf maupun kholaf, telah sepakat bahwa Isro’ dan Mi’roj dilakukan dengan
jasad dan ruh Nabi SAW. Imam Nawawi berkata di dalam Syarhu Muslim,
“Pendapat yang benar menurut kebanyakan kaum Muslimin, ulama salaf, semua
fuqoha, ahli hadits, dan ahli ilmu tauhid adalah bahwa Nabi SAW di-isro’kan
dengan jasad dan ruhnya. Semua nash menunjukkan hal ini dan tidak boleh
ditakwilkan dari dzhohirnya kecuali dengan dalil.
Imam Ibnu Hajar di dalam
Syarahnya terhadap Imam Bukhooriy, berkata: “Sesungguhnya, Isro’ dan Mi’roj
terjadi pada suatu malam, dalam keadaan sadar, dengan jasad dan ruhnya.
Pendapat inilah yang diikuti oleh jumhur ulama, ahli hadits, ahli fiqih, dan
ahli ilmu kalam. Semua arti dzhohir dari hadit-hadits shohih menunjukkan
pengertian tersebut tidak boleh dipalingkan dari pengertian lain karena tidak
ada sesuatu yang mengusik akal untuk menakwilkannya.”
Di antara dalil yang secara tegas
menunjukkan bahwa Isro’ dan Mi’roj ini dilakukan dengan jasad dan ruh ialah
sikap kaum Quroisy yang menentang keras kebenaran peristiwa ini. Bila peristiwa
ini hanya melalui mimpi kemudian RosuuluLLooh SAW mengatakannya demikian kepada
mereka, niscaya tidak akan mengundang keheranan dan pengingkaran sedemikian
rupa. Hal ini karena penglihatan dalam mimpi itu tidak ada batasnya. Bahkan
mimpi seperti itu, pada waktu itu, bisa saja dialami oleh orang muslim dan
kafir. Bila peristiwa ini hanya dilakukan dengan ruh, niscaya mereka tidak akan
bertanya tentang gambaran Baitul Maqdis untuk memastikan dan menentangnya.
Mengenai bagaimana mukjizat ini berlangsung
dan bagaimana akal dapat menggambarkannya maka sesungguhnya mukjizat ini tidak
jauh berbeda dari mukjizat alam semesta dan kehidupan ini! WALLOOHU A’LAM
BISH SHOWAAB
0 comments:
Post a Comment