“Semenjak abad ke 46 SM Raja Romawi Julius Caesar mene-tapkan 1 Januari sebagai HARI PERMULAAN tahun.
Orang Romawi MEMPERSEMBAHKAN hari 1 Januari kepada JANUS, DEWA SEGALA GERBANG PINTU-PINTU DAN PERMULAAN(WAKTU).
Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri,yaitu dewa yang memiliki dua wajah,Satu wajah meng-hadap ke (masa) depan dan satu wajah lagi menghadap ke (masa) lalu”.(THE WORLD BOOK ENCYCLOPEDIA VOL.14 hal.237).
Yang merayakan Malam Tahun Baru dengan cara apa pun, adalah mereka ikuti Kaum Penyembah berhala. (Paganis) yang merayakan HARI JANUS, dengan mengitari api unggun, meniup terompet berpesta dan bernyanyi ber-sama.
Bagi yang tidak ikut ikutan selmatlah anda, karena anda tetap terus berkomitmen dengan Qs.6:161-163 :
“Katakanlah (Muchammad)!
‘Sesungguhnya Robbku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrohim yang lurus. Dia Ibrohim tidak termasuk orang orang musyrik’.
“Katakanlah(Muchammad)!
‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku dan matiku hanya-lah untuk ALLooh, Robb semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNYA, dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim)”
Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Bagi Umat Islam
Ada sekian banyak pendapat yang berbeda tentang hukum merayakan tahun baru Masehi. Mereka yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa argumen.
a. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Ibadah Orang Kafir
Bahwa perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya.
Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal yang dipercaya secara salah oleh bangsa Eropa sebagai hari lahir Nabi Isa AS.
Walhasil, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama kafir. Maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam.
b. Perayaan Malam Tahun Baru Menyerupai Orang Kafir
Meski barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang kafir. Dan sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda RosuuluLLooh SAW: “Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.”
c. Perayaan Malam Tahun Baru Penuh Maksiat
Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khomar, berzina, tertawa dan hura-hura. Bahkan bergadang semalam suntuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal ALLooh SWT telah menjadikan malam untuk berisitrahat, bukan untuk melek sepanjang malam, kecuali bila ada anjuran untuk sholat malam.
Maka mengharamkan perayaan malam tahun baru buat umat Islam adalah upaya untuk mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan para ahli maksiat.
Hari Raya Umat Islam Hanya ada Dua
Dalam agama Islam, yang namanya hari raya hanya ada dua saja, yaitu hari ‘Idul Fithr dan ‘Idul Adha. Selebihnya, tidak ada pensyariatannya, sehingga sebagai muslim, tidak ada kepentingan apapun untuk merayakan datangnya tahun baru.
Namun ketika harus menjawab, apakah bila ikut merayakannya akan berdosa, tentu jawabannya akan menjadi beragam. Yang jelas haramnya adalah bila mengikuti perayaan agama tertentu. Hukumnya telah disepakati haram. Artinya, seorang muslim diharamkan mengikuti ritual agama selain Islam, termasuk ikut merayakan hari tersebut.
Maka semua bentuk Natal bersama, atau apapun ritual agama lainnya, haram dilakukan oleh umat Islam. Dan larangannya bersifat mutlak, bukan sekedar mengada-ada.
Namun bagaimana dengan perayaan yang tidak terkait unsur agama, melainkan hanya terkait dengan kebiasaan suatu masyarakat atau suatu bangsa?
Sebagian kalangan masih bersikeras untuk mengaitkan perayaan datangnya tahun baru dengan kegiatan bangsa-bangsa non-muslim. Dan meski tidak langsung terkait dengan masalah ritual agama, tetap dianggap haram. Pasalnya, perbuatan itu merupakan tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, meski tidak terkait dengan ritual keagamaan. Mereka mengajukan dalil bahwa RosuuLLooh SAW melarang tasyabbuh bil kuffar.
Dari Sayyiduna AbduLLooh bin Umar RA berkata bahwa RosuuluLLooh SAW bersabda, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk di antara mereka. (HR Imam Abu Daawud)
Dari Sayyidina AbduLLooh bin Amr RA berkata bahwa orang yang mendirikan Nairuz dan Mahrajah di atas tanah orang-orang musyrik serta menyerupai mereka hingga wafat, maka di hari kiamat akan dibangkitkan bersama dengan mereka.
Tasyabbuh di sini bersaifat mutlak, baik terkait hal-hal yang bersifat ritual agama ataupun yang tidak terkait.
0 comments:
Post a Comment