Thursday, November 9, 2017

Perayaan Natal dan Tahun Baru Masehi, Milik Siapa?

Perayaan Natal dan Tahun Baru Masehi akan tiba, pada setiap perayaan itu selalu timbul pertanyaan seputar hukum seorang muslim ikut merayakan acara-acara tersebut. Maka tak ada salahnya jika pada edisi kali ini kita membahas seputar Natal dan Tahun Baru Masehi yang akan tiba.

Semoga dapat memberi wawasan dan pemahaman yang benar bagi kita semua, terutama pemuda-pemudi Islam agar tidak terperdaya oleh orang-orang yang mengatasnamakan toleransi beragama tapi dengan mengorbankan aqiidah dan agama Islam itu sendiri.

Setiap bulan Desember ummat Nashroni merayakan hari raya agama mereka, yaitu Hari Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember. Mendekati bulan ini, beberapa sudut pertokoan mulai ramai dengan hiasan natal. Supermarket-supermarket yang mulanya sepi-sepi saja, kini dihiasi dengan pernak-pernik natal. Media massa pun tidak ketinggalan ikut memeriahkan hari raya ini dengan menayangkan acara-aara spesial natal.

Sebagian dari kaum muslimin pun tidak terlewatkan untuk mengucapkan selamat natal kepada rekan, kerabat atau tetangga mereka yang merayakan natal. Dengan alasan toleransi beragama atau menjaga hak tetangga dan sebagainya.

Mereka tidak mengetahui bahwa perbuatan ini tidak boleh dilakukan, dengan tanpa beban dan tanpa merasa berdosa ucapan selamat natal itu terlontar dari mulut-mulut mereka. Mereka salah kaprah tentang toleransi beragama sehingga dengan gampang dan mudahnya mereka mengucapkan selamat natal pada teman dan kerabat mereka yang beragama nashroni. Lalu bagaimana sebenarnya pandangan Islam dalam perkara ini?

Natal Menurut Islam
Peringatan Natal, memiliki makna ‘memperingati dan menghayati kelahiran Yesus Kristus’ (KBBI). Menurut orang-orang Nashroni, Yesus (dalam Islam disebut dengan ‘Isa) dianggap sebagai anak Tuhan yang lahir dari rahim Bunda Maria.

Hal ini tentu sangat bertentangan dengan syariat Islam yang mengimani bahwa Nabi Isa AS bukanlah anak Tuhan yang dilahirkan ke dunia melainkan salah satu nabi dari nabi-nabi yang ALLOOH utus untuk hamba-hambaNYA.

ALLOOH SWT berfirman: “Berkata Isa: ‘Sesungguhnya aku ini hamba ALLOOH, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi.” [QS. Maryam:30]

Seorang muslim pasti merasa senang dengan kelahiran Nabi Isa AS, karena dengan lahirnya beliau maka semakin bertambah jumlah para penebar misi tauhid di muka bumi.

Akan tetapi pandangan kaum nashroni mengenai Nabi Isa AS tidak sama dengan pandangan kita, mereka meyakini bahwa Nabi Isa AS (Yesus) merupakan anak Tuhan. Meyakini bahwa Tuhan memiliki keturunan merupakan bentuk kekufuran yang nyata dan melenceng jauh dari faham tauhid  yang kita yakini.

Maka barangsiapa dari kita yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang muslim, maka ia harus meyakini bahwa Nabi Isa adalah seorang Nabi yang ALLOOH utus menyampaikan risalahNYA dan bukanlah anak Tuhan.

Tentang Ucapan Selamat Natal
Atas nama toleransi dalam beragama, banyak ummat Islam yang mengucapkan selamat natal kepada ummat Nashroni baik kepada kerabat maupun teman. Menurut mereka, ini adalah salah satu cara untuk menghormati mereka. Ini alasan yang tidak benar, sikap toleransi dan menghormati tidak mesti diwujudkan dengan mengucapkan selamat kepada mereka karena di dalam ucapan tersebut terkandung makna kita setuju dan ridho dengan ibadah yang mereka lakukan. Jelas, ini bertentangan dengan aqiidah Islam.

Hari raya merupakan hari paling berkesan dan juga merupakan simbol terbesar dari suatu agama sehingga seorang muslim tidak boleh mengucapkan selamat kepada ummat nashroni atas hari raya mereka karena hal ini sama saja dengan meridhoi agama mereka dan juga berarti tolong-menolong dalam perbuatan itu: “Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. [QS. Al Maidah: 2]

Ketika seseorang mengucapkan selamat natal kepada kaum nashroni, maka di dalam ucapannya tersebut terdapat kasih sayang kepada mereka, menuntut adanya kecintaan, serta menampakkan keridhoan kepada agama mereka.

Seseorang yang mengucapkan selamat natal kepada mereka, sama saja dia setuju bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan merupakan salah satu Tuhan di antara tiga Tuhan. Dengan mengucapkan selamat pada hari raya mereka, berarti dia rela terhadap simbol-simbol kekufuran.
Meskipun pada kenyataannya dia tidak ridho dengan kekafiran, namun tetap saja tidak diperbolehkan meridhoi syiar agama mereka, atau mengajak orang lain untuk memberi ucapan selamat kepada mereka. Jika mereka mengucapkan selamat kepada hari raya mereka kepada kita, hendaknya kita tidak menjawabnya karena itu bukan hari raya kita, bahkan hari raya itu tidaklah diridhoi ALLOOH.

Ketika kita mengucapkan selamat natal pada seorang Nashroni meskipun alasan kita adalah menyambut kelahiran Nabi Isa AS, kita telah melakukan kesalahan dalam mengungkapkan rasa senang kita. Karena penganut Nashroni tersebut akan merasa pandangannya diakui, berarti secara tidak langsung kita telah mendukung pandangan mereka. Bahkan jika ucapan tersebut secara sadar dibarengi dengan keridhoan pada pandangan mereka, ini bisa menghantarkan pengucapnya kepada kekafiran, karena ridho dengan kekufuran adalah kufur.

Selain itu pernyataan kaum nashroni bahwa Nabi Isa AS lahir di hari natal adalah pernyataan yang tidak berdasar, karena bertentangan dengan fakta sejarah. Jadi bukan pada tempatnya jika seorang muslim menyambutnya sebagai hari kelahiran Nabi Isa AS. Lagipula ucapan selamat natal termasuk bentuk pengungkapan rasa cinta kita pada kaum Nashroni padahal Al-Qur’an telah melarang kita untuk mencintai mereka. ALLOOH SWT berfirman:
“Tidak kamu temukan suatu kaum yang beriman kepada ALLOOH dan hari akhir, mencintai orang-orang yang menentang ALLOOH dan RosulNYaA…” [QS. Al Mujadilah: 22]
Oleh karena itu apapun alasannya mengucapkan selamat natal bagi seorang muslim haram hukumnya.

Bagaimana Menghadiri Perayaan Natal?
Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada Cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.

Merayakan Natal Bersama
Tidak boleh bagi kita bekerja sama dengan orang-orang Nashroni dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal ALLOOH berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [QS. Al-Maidah: 2]

Tahun Baru Masehi
Di antara kebiasaan orang dalam memasuki tahun baru Masehi di berbagai  belahan dunia adalah dengan merayakannya, seperti begadang semalam suntuk, pesta kembang api, tiup terompet pada detik-detik memasuki tahun baru, bersenang-senang semalam suntuk bahkan tidak ketingggalan dan sudah mulai ngetrend di beberapa tempat diadakan minum khomr bersama atau pesta seks dan sebagainya.

Sebenarnya bagaimana Islam memandang perayaan tahun baru Masehi?
Tahun baru Masehi tidak termasuk salah satu hari raya Islam sebagaimana ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha ataupun hari Jum’at. Bahkan hari tersebut tergolong rangkaian kegiatan hari raya orang-orang kafir yang tidak boleh diperingati oleh seorang Muslim.

Suatu ketika seorang lelaki datang kepada RosuuluLLooh SAW untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi SAW menanyakan kepadanya: “Apakah di sana ada berhala sesembahan orang Jahiliyah?” Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah di sana tempat dirayakannya hari raya mereka?” Dia menjawab, “Tidak”.
Maka Nabi SAW bersabda, “Tunaikan nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap ALLOOH dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam.” [HR. Imam Abu Daawud]

Hadits  menunjukkan bahwa terlarangnya menyembelih untuk ALLOOH di tempat yang bertepatan dengan tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain ALLOOH, atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya.[i] Sebab itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syiar-syiar kekufuran.

Perbuatan ini juga menyerupai perbuatan mereka dan menjadi saran yang mengantarkan kepada syirik. Apalagi ikut merayakan hari raya mereka, maka di dalamnya terdapat wala’ (loyalitas) dan dukungan dalam menghidupkan syiar-syiar kekufuran. Akibat paling berbahaya yang timbul karena berwala’ terhadap orang kafir adalah tumbuhnya rasa cinta dan ikatan batin kepada orang-orang kafir sehingga dapat menghapuskan keimanan.

Keburukan yang Ditimbulkan
Seorang muslim yang ikut-ikutan merayakan tahun baru masehi akan tertimpa banyak keburukan, di antaranya:
1.       Merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan orang-orang kafir yang telah dilarang oleh RosuuluLLooh SAAAW.
2.       Ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita seperti yang kita lihat pada hampir seluruh perayaan malam tahun baru bahkan sampai terjerumus pada perbuatan zina.
3.       Pemborosan harta, karena uang yang mereka keluarkan untuk merayakannya (membeli makanan, bagi-bagi kado, meniup terompet dan lain sebagainya) adalah sia-sia di sisi ALLOOH SWT. Serta masih banyak keburukan lainnya baik berupa kemaksiatan dan pelanggaran kepada ALLOOH SWT.
WaLLoohu A’lam bish showaab






0 comments:

Post a Comment