Thursday, November 9, 2017

UTAMAKAN KEMASLAHATAN UMUM

                Jadilah dirimu sebagai orang yang peduli terhadap penderitaan orang lain dan punya kepekaan sosial terhadap masyarakat di sekitarmu. Dengan demikian hidupmu akan membawa manfaat baik bagi dirimu dan juga bagi orang lain.

                Sebagaimana disebutkan dalam kisah berikut ini: Pada suatu hari datanglah seorang Badui menghadap Kholifah Hisyam bin Abdul Malik, lalu berkata, “Wahai Amirol Mukminin, tiga tahun lamanya kami dicekam oleh malapetaka yang hebat. Pada tahun pertama, badan kami yang dulu nampak gemuk dan kekar ini, menjadi kurus kering dan kerempeng, dan pada tahun berikutnya semakin kritis seperti ini, tinggal kulit pembungkus tulang. Dan pada tahun berakhir boleh dikata seluruh sumsum yang ada menghilang dan kering. Kami yakin pada diri Kholifah masih ada persediaan harta. Jika harta itu milik ALLOOH, maka berikan kepada hambaNYA. Jika ia milik ummat mengapa Kholifah menahannya dan tidak membagi-bagikan kepada mereka yang berhak? Tetapi kalau harta itu kebetulan milik pribadi Kholifah, maka sedekahkanlah, karena ALLOOH sangat suka kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.”
                Kholifah Hisyam bertanya, “Adakah kebutuhanmu selain itu?”
                Badui menjawab: Saya tempuh padang pasir tandus yang amat panjang serta melewati bebatuan yang tajam, menerobos semak belukar yang lebat, badan terbakar oleh terik matahari berselimut angin berbantal embun, beratap langit bertikaaar tanah, perlu menghadap kepada Kholifah, bukan untuk kepentingan pribadi tetapi semata-mata demi kepentingan ummat”.
                Mendengar jawaban orang itu, kholifah lalu mengeluarkan perintah agar persediaan harta di Baitil Maal segera dibagi-bagikan kepada siapa saja yang berhak menerimanya dan kepada Badui tadi diserahkan harta benda secukupnya, untuk dibagi-bagikan kepada kaumnya.

Ketahuilah ! Bahwa pada diri orang Badui itu benar-benaar tersimpan kebesaran jiwa dan hati nurani yang bersih segar, dan perasaan bertanggung jawab yang besar terhadap kaum dan ummatnya. Sikap inilah yang menjadi motivator utama yang mendorong dirinya untuk senantiasa mementingkan ummat dan mendahulukan kemaslahatan umum di atas kepentingan pribadinya. Rupanya dia sadar bahwa hidup tidaklah untuk mementingkan diri sendiri dengan segala kemewahan dan gelimang harta benda yang cukup, sedangkan orang lain di sekitarnya hidup menderita, meronta-ronta dan menjerit kelaparan. Sikap hidup yang egois dan mementingkan diri sendiri adalah sikap hidup yang tercela, dan sifat yang paling terkutuk.

Bagaimana mungkin orang yang berakal sehat dan berperikemanusiaan rela untuk hidup sendiri dengan serba kecukupan sementara orang lain yang ada di sekelilingnya terjepit dalam penderitaan? Bagaimana ia tidak merasa iba, dan terenyuh hati nuraninya bila melihat bangsanya sendiri dalam kesengsaraan yang mencekam? Bagaimana jiwa akan tersentuh dan tidak akan merasa apa yang sedang mereka rasakan, tidak akan bersedih bila mereka menangis sedih, tidak akan menangis jika mereka menjerit karena beratnya hidup yang mereka rasakan?

Kalau yang ada demikian, tentu ia memiliki hati yang hitam pekat, perasaannya sudah beku, nuraninya sudah mati, dan moralnya sudah bejat. Orang yang seperti ini tidak tergetar hatinya melihat penderitaan yang menimpa ummatnya, bangsanya, dan masyarakatnya, ia tak ubahnya seperti hewan yang tidak mengerti arti kehidupan yang sesungguhnya selain hanya untuk berfoya-foya menggendutkan perutnya sendiri dengan makanan dan minuman yang berlebih.

Bahkan lebih keji dari perbuatan binatang buas, yaitu orang yang hanya berusaha untuk kepentingan pribadinyaa, sedangkan ia sebetulnya menyadari bahwa apa yang dilakukan itu merusak keharmonisan pergaulan dan merobek-robek kestabilan hidup bermasyarakat, tak ubahnya seperti anak panah yang menembus tulang punggung kemaslahatan umum.

Keberadaan orang seperti di atas hidupnya akan selalu menjadi beban masyarakat, ia merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya dalam tubuh masyarakat. Bukankah perbuatannya itu hanya mendatangkan kerugian terhadap dirinya dan juga orang lain? Sadarkah ia bahwa malapetaka yang menimpa masyarakatnya juga akan menimpa dirinya? Atau barangkali ia menyangka bahwa dirinya akan selamat dari kejahatan yang ia lakukan itu?

Jika demikian prasangkanya, maka itu adalah dugaan yang keliru, sebab seseorang yang merusak kehidupan masyarakatnya demi kepentingan pribadinya akibatnya juga akan menimpa dirinya. Dalam hal ini sudah banyak bukti-bukti dan kenyataan yang tidak perlu disebutkan di sini satu per satu.

Ada juga kelompok masyarakat yang hatinya tertutup dari kebenaran, oleh dinding tebal yang lahirnya nampak sebagai Rochmat padahal kenyataannya merupakan siksaan. Mereka senantiasa berusaha memecah belah kesatuan bangsanya, melemahkan potensi dan kekuatannya, menghapus segala hak asasinya, dan membiarkannya terkatung-katung di dalam lingkaran kemerosotan moral dan keterbelakangan. Dengan tujuan untuk meraih kedudukan, popularitas dan untuk mencari muka kepada penguasa dan atasannya saja. Walaupun keuntungan materi sudah mereka peroleh, toh itupun tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan kemunafikan dan ambisi yang menyelimuti kalbunya, sehingga mereka tidak mendapatkan simpati dari masyarakat kecuali hanya pujian dan sanjungan yang datangnya dari orang-orang egoistis seperti mereka.

Lebih celaka lagi bila mereka beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan itu baik, padahal hakikatnya akan membawa kerugian dan malapetaka yang teramat dahsyat. Mereka itulah yang disebut orang-orang sesat lagi menyesatkan. Dan mereka itulah orang-orang jahat yang paling dibenci ALLOOH.

Jauhilah sifat egois yang mementingkan diri sendiri, hindarkanlah diri kita dari sifat tercela ini. Hiasi diri kita dengan akhlaq yang mulia, suka menolong sesama dan selalu memberi manfaat bagi orang lain jika engkau ingin selamat dan sejahtera, di dunia maupun di akhirat kelak!

Jangan pernah engkau menjadi manusia egois seperti apa yang dinyatakan oleh Imam Al-Firosyi dalam syairnya:
“Aku ingin hidupku lanjut, walau semua orang direnggut maut.
Bila aku harus mati kehausan, ku ingin tak ada lagi turun hujan.”

Tetapi jadilah engkau seperti apa yang dikatakan oleh Imam Al-Muarri:
“Ku tak ingin hujan lebat turun membasahi diriku, tidak juga bumi persadaku. Sekiranya ia tidak turun merata membasahi seluruh persada……”


Semoga ALLOOH SWT melindungi kita dari sifat-sifat tercela dan menjadikan kita sebagai individu yang peka sosial dalam berkehidupan sehari-hari. Aamiiin 

0 comments:

Post a Comment