Sunday, October 30, 2016

Sayyidina Abu Ayub Al-Anshoriy, Pahlawan Perang Konstantinopel

Hasil gambar untuk Sayyidina Abu Ayyub Al-Anshari, Pahlawan Perang KonstantinopelKetika RosuuluLLooh SAW memasuki kota Madinah, unta yang beliau tunggangi bersimpuh di depan rumah Bani Malik bin Najjar. Maka beliau SAW pun turun dari atasnya dengan penuh harapan dan kegembiraan.

                Salah seorang Muslim tampil dengan wajah berseri-seri karena kegembiraan yang membuncah. Ia maju lalu membawa barang muatan dan memasukkannya, kemudian mempersilahkan RosuuluLLooh SAW masuk ke dalam rumah. Nabi SAW pun mengikuti sang pemilik rumah.

                Siapakah orang beruntung yang dipilih sebagai tempat persinggahan RosuuluLLooh SAW dalam hijrahnya ke kota Madinah ini di saat semua penduduk mengharapkan Nabi SAW mampir dan singgah di rumah-rumah mereka? Dialah Sayyidina Abu Ayub Al-Anshori Kholid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar.

                Pertemuan ini bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya, sewaktu utusan Madinah pergi ke Makkah untuk berbaiat dalam baiat Aqobah kedua, Sayyidina Abu Ayub Al-Anshoriy termasuk di antara 70 orang mu’min yang menggulurkan tangan kanan mereka ke tangan kanan RosuuluLLooh serta menjabatnya dengan kuat, berjanji setia dan siap menjadi pembela.

                Dan kini, ketika RosuuluLLooh SAW bermukim di Madinah dan menjadikan kota itu sebagai pusat agama ALLOOH, maka nasib mujur yang sebesar-besarnya telah terlimpahkan kepada Sayyidina Abu Ayub, karena rumahnya dijadikan tempat pertama yang didiami RosuuluLLooh SAW. Beliau SAW akan tinggal di rumah itu hingga selesainya pembangunan masjid dan bilik di sampingnya.

                Sejak orang-orang Quroisy bermaksud jahat terhadap Islam dan berencana menyerang Madinah, sejak itu pula Sayyidina Abu Ayub mengalihkan aktifitasnya dengan berjihad di jalan ALLOOH SWT. Ia turut bertempur dalam Perang Badar, Uhud dan Khondaq. Pendek kata, hampir di tiap medan tempur, ia tampil sebagai pahlawan yang siap mengorbankan nyawa dan harta bendanya.

                Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang dengan suara keras atau perlahan adalah firman ALLOOH SWT, “Berjuanglah kalian baik di waktu lapang maupun waktu sempit…” [QS9 At-Taubah: 41]

                Sewaktu terjadi pertikaian antara Sayyidina Ali KWH dan Sayyidina Mu’awiyah, Sayyidina Abu Ayub berdiri di pihak Sayyidina Ali KWH tanpa sedikitpun keraguan. Dan kala Kholifah Ali bin Abi Tholib syahid, dan khilafah berpindah kepada Sayyidina Mu’awiyah, Sayyidina Abu Ayub menyendiri dalam kezuhudan. Tak ada yang diharapkannya dari dunia selain tersedianya suatu tempat yang lowong untuk berjuang dalam barisan kaum Muslimin.

                Demikianlah, ketika diketahuinya bala tentara Islam tengah bergerak ke arah Konstantinopel, ia segera memegang kuda dan membawa pedangnya, memburu syahid yang sejak lama ia dambakan.

                Dalam pertempuran inilah ia menderita luka berat. Ketika komandannya datang menjenguk, nafasnya tengah berlomba dengan keinginannya menghadap Ilahi. Maka bertanyalah panglima pasukan waktu itu,  Sayyidina Yazid bin Mu’awiyah,”Apakah keinginan Anda wahai Abu Ayub?”

                Sayyidina Abu Ayub meminta kepada Sayyidina Yazid, bila ia telah meninggal agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh jarak yang dapat ditempuh ke arah musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian hendaklah Sayyidina Yazid berangkat dengan bala tentaranya sepanjang jalan itu, sehingga terdengar olehnya bunyi telapak kuda Muslimin di atas kuburnya, dan diketahuinya bahwa mereka telah berhasil mencapai kemenangan.

                Dan sungguh, wasiat Sayyidina Abu Ayub itu telah dilaksanakan oleh Sayyidina Yazid. Di jantung kota Konstantinopel yang sekarang yang bernama Istanbul, di sanalah terdapat pekuburan laki-laki besar.

                Hingga sebelum tempat itu dikuasai orang-orang Islam, orang Romawi dan penduduk Konstantinopel memandang Sayyidina Abu Ayub di makamnya itu sebagai orang suci. Dan yang mencengangkan para ahli sejarah yang mencatat peristiwa itu berkata,”Orang-orang Romawi sering berkunjung dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan perantaraannya, bila mereka mengalami kekeringan.”

                Jasad Sayyidina Abu Ayub Al-Anshori masih terkubur di sana, namun ringkikan kuda dan gemerincing pedang tak terdengar lagi. Waktu telah berlalu, dan kapal telah berlabuh di tempat tujuan. Sayyidina Abu Ayub telah menghadap Ilahi di tempat yang ia dambakan.

WALLOOHU A’LAM


0 comments:

Post a Comment