Ketika
RosuuluLLooh SAW memasuki kota Madinah, unta yang beliau tunggangi bersimpuh di
depan rumah Bani Malik bin Najjar. Maka beliau SAW pun turun dari atasnya
dengan penuh harapan dan kegembiraan.
Salah
seorang Muslim tampil dengan wajah berseri-seri karena kegembiraan yang
membuncah. Ia maju lalu membawa barang muatan dan memasukkannya, kemudian
mempersilahkan RosuuluLLooh SAW masuk ke dalam rumah. Nabi SAW pun mengikuti
sang pemilik rumah.
Siapakah
orang beruntung yang dipilih sebagai tempat persinggahan RosuuluLLooh SAW dalam
hijrahnya ke kota Madinah ini di saat semua penduduk mengharapkan Nabi SAW
mampir dan singgah di rumah-rumah mereka? Dialah Sayyidina Abu Ayub Al-Anshori
Kholid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar.
Pertemuan
ini bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya, sewaktu utusan Madinah pergi ke
Makkah untuk berbaiat dalam baiat Aqobah kedua, Sayyidina Abu Ayub Al-Anshoriy
termasuk di antara 70 orang mu’min yang menggulurkan tangan kanan mereka ke
tangan kanan RosuuluLLooh serta menjabatnya dengan kuat, berjanji setia dan
siap menjadi pembela.
Dan
kini, ketika RosuuluLLooh SAW bermukim di Madinah dan menjadikan kota itu
sebagai pusat agama ALLOOH, maka nasib mujur yang sebesar-besarnya telah
terlimpahkan kepada Sayyidina Abu Ayub, karena rumahnya dijadikan tempat
pertama yang didiami RosuuluLLooh SAW. Beliau SAW akan tinggal di rumah itu
hingga selesainya pembangunan masjid dan bilik di sampingnya.
Sejak
orang-orang Quroisy bermaksud jahat terhadap Islam dan berencana menyerang
Madinah, sejak itu pula Sayyidina Abu Ayub mengalihkan aktifitasnya dengan
berjihad di jalan ALLOOH SWT. Ia turut bertempur dalam Perang Badar, Uhud dan
Khondaq. Pendek kata, hampir di tiap medan tempur, ia tampil sebagai pahlawan
yang siap mengorbankan nyawa dan harta bendanya.
Semboyan
yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang dengan suara keras atau
perlahan adalah firman ALLOOH SWT, “Berjuanglah kalian baik di waktu lapang
maupun waktu sempit…” [QS9 At-Taubah: 41]
Sewaktu
terjadi pertikaian antara Sayyidina Ali KWH dan Sayyidina Mu’awiyah, Sayyidina
Abu Ayub berdiri di pihak Sayyidina Ali KWH tanpa sedikitpun keraguan. Dan kala
Kholifah Ali bin Abi Tholib syahid, dan khilafah berpindah kepada Sayyidina Mu’awiyah,
Sayyidina Abu Ayub menyendiri dalam kezuhudan. Tak ada yang diharapkannya dari
dunia selain tersedianya suatu tempat yang lowong untuk berjuang dalam barisan
kaum Muslimin.
Demikianlah,
ketika diketahuinya bala tentara Islam tengah bergerak ke arah Konstantinopel,
ia segera memegang kuda dan membawa pedangnya, memburu syahid yang sejak lama
ia dambakan.
Dalam
pertempuran inilah ia menderita luka berat. Ketika komandannya datang
menjenguk, nafasnya tengah berlomba dengan keinginannya menghadap Ilahi. Maka bertanyalah
panglima pasukan waktu itu, Sayyidina
Yazid bin Mu’awiyah,”Apakah keinginan Anda wahai Abu Ayub?”
Sayyidina
Abu Ayub meminta kepada Sayyidina Yazid, bila ia telah meninggal agar jasadnya
dibawa dengan kudanya sejauh jarak yang dapat ditempuh ke arah musuh, dan di
sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian hendaklah Sayyidina Yazid berangkat
dengan bala tentaranya sepanjang jalan itu, sehingga terdengar olehnya bunyi
telapak kuda Muslimin di atas kuburnya, dan diketahuinya bahwa mereka telah
berhasil mencapai kemenangan.
Dan
sungguh, wasiat Sayyidina Abu Ayub itu telah dilaksanakan oleh Sayyidina Yazid.
Di jantung kota Konstantinopel yang sekarang yang bernama Istanbul, di sanalah
terdapat pekuburan laki-laki besar.
Hingga
sebelum tempat itu dikuasai orang-orang Islam, orang Romawi dan penduduk
Konstantinopel memandang Sayyidina Abu Ayub di makamnya itu sebagai orang suci.
Dan yang mencengangkan para ahli sejarah yang mencatat peristiwa itu berkata,”Orang-orang
Romawi sering berkunjung dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan
perantaraannya, bila mereka mengalami kekeringan.”
Jasad
Sayyidina Abu Ayub Al-Anshori masih terkubur di sana, namun ringkikan kuda dan
gemerincing pedang tak terdengar lagi. Waktu telah berlalu, dan kapal telah
berlabuh di tempat tujuan. Sayyidina Abu Ayub telah menghadap Ilahi di tempat
yang ia dambakan.
WALLOOHU A’LAM
0 comments:
Post a Comment