Salah satu ajaran Islam adalah
hidup hemat dan dermawan. Al-Qur’an yang merupakan pedoman hidup bagi kaum
muslimin banyak membicarakan aturan hidup manusia, salah satu aturan hidup itu
adalah bagaimana agar kita hidup hemat dan dermawan. Sebagaimana firman ALLooh
SWT dalam Al-Qur’an pada surah Al-Isroo’ ayat 26:
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orangmiskin dan ibnu sabil, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)
secara boros.”
Ayat tersebut memerintahkan agar
kaum muslimin dapat menunaikan hak-haknya kepada karib kerabat, yaitu hak
keluarganya yang dekat dengan kita. Hak-hak yang dimaksud antara lain; menjaga
dan menjalin hubungan silaturrochim dengan baik, bergaul secara harmonis,
bersikap tolong menolong, saling mengasihi, bahu-membahu, ringan sama dibawa
berat sama dipikul. Hal ini sesuai dengan firman ALLooh dalam surat Al Maaidah
ayat 2:
“Dan bertolong-tolonglah kamu (dalam mengerjakan) kepada kebaikan dan
taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
Di samping memberikan hak dan
kewajiban kepada keluarga yang dekat, juga memerintahkan agar menunaikan
hak-hak kepada orang lain seperti membantu fakir miskin, ibnu sabil dan
lain-lain.
Dalam penggunaan harta benda
hendaklah tidak berlebih-lebihan atau boros. Sebab pemborosan itu termasuk
saudara setan. Yang dimaksud pemborosan itu, yaitu mereka yang menggunakan
hartanya bukan di jalan ALLooh, walaupun sedikit tetap dikategorikan sebagai
pemboros. Lebih jelas lagi ALLooh berfirman dalam Al-Qur’an pada surah Al-Isroo
ayat 27:
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan
setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Sikap hidup boros dalam islam
adalah sikap hidup tercela, karena tidak dapat memanfaatkan harta bendanya yang
dianugerahkan ALLooh dengan sebaik-baiknya. Sebenarnya ALLooh memperingatkan
kepada manusia agar pandai-pandai mensyukuri nikmat ALLooh dengan memanfaatkan
apa yang ada pada diri manusia, demikian pula dengan segala yang diberikan
ALLooh kepada manusia. Firman ALLooh dalam Al-Qur’an pada surah Ibrohim ayat 7:
“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu
(pandai) bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.”
Selain ALLooh SWT melarang
bersikap kikir atau bakhil, sebab kekikiran itu bukan hanya dicela oleh ALLooh
SWT, tetapi oleh keluarga, tetangga, bahkan diasingkan oleh masyarakat. Sebab,
di balik harta yang melimpah itu ada hak-hak yang wajib diberikan kepada yang
berhak menerimanya, terutama fakir miskin.
Orang kaya sering terlena dan
terjebak dengan harta kekayaan itu seolah-olah semuanya milik sendiri, punya
sendiri, bekerja sendiri, capek sendiri, hasil sendiri. Padahall ALLooh
memperingatkan dalam Al-Qur’an, harta mereka itu benar-benar ada hak-haknya
bagi orang lain. Seperti firman-Nya dalam surah Al-Isroo ayat 26 yang berbunyi
:
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin, dan ibnu sabil dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)
secara boros.”
Senada dengan itu RosuuluLLooh
SAW bersabda:
“Peliharalah dirimu dari perbuatan dzholim, karena perbuatan dzholim
itu akan menjadikan kegelapan-kegelapan padahal hari kiamat. Dan peliharalah
dirimu dari sifat kikir, karena kikir itu telah membinasakan ummat-ummat
sebelum kamu, mendorong mereka mengadakan pertumpahan darah dan menghalalkan
segala yang dianugerahkan ALLooh kepada mereka.” [HR. Imam Muslim]
Sifat kikir dalam hadits tersebut
adalah sifat yang terdapat pada seseorang yang suka menumpuk-numpuk harta
bendanya tetapi tidak menunaikan haknya kepada orang lain yang senantiasa
sangat memerlukannya. Hartanya hanya dipergunakan untuk hidup mewah,
berfoya-foya, tak pernah melirik yang kelaparan di kiri kanan, tak pernah
menengok yang kehausan di depan dan belakang. Tak pernah terketuk hatinya bahwa
si fakir dan si miskin sehari-harinya hanya mencari sesuap nasi seteguk air
untuk mempertahankan hidupnya.
Sifat kikir adalah sifat yang ada
pada seseorang yang biasa menumpuk-numpuk harta dan biasanya disertai pula
dengan sifat tamak pada harta. Dari sifat tamak itulah yang mengakibatkan
menghalalkan segala cara dan menjadi saling partumpuhan darah. Dalam hal ini
RosuuluLLooh SAW bersabda:
“Mengisi penuh suatu wadah oleh seorang anak Adam itu tidak akan lebih
berbahagia dari mengisi penuh perutnya sendiri. Bagi anak Adam cukup hanya
sesuap makanan untuk dapat menegakkan punggungnya. Dan jika harus makan juga
(lebih dari itu), maka sepertiga untuk makanannya dan sepertiga untuk
minumannya dan yang sepertiga (lagi) untuk nafasnya.” [HR. Imam Tirmidziy]
Dari hadits tersebut memperingatkan kepada kita,
perut itu hanya dapat berfungsi dengan baik apabila perut itu terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan yang
sepertiga lagi untuk bernapas. Dari pemahaman hadits tersebut, kalau kita
berpikir lebih jauh lagi, harta yang melimpah itu akan berfungsi dengan baik
sebagaimana fungsi perut, ada fasilitas untuk makanan, ada fasilitas untuk
minuman, dan ada pula fasilitas untuk bernapas. Demikian pula dengan harta, ada
haknya untuk fakir miskin, ada haknya untuk ibnu sabil, ada haknya untuk
sabiliLLaah, ada haknya untuk ghorim dan ada pula hak-hak yang harus diberikan
untuk kepentingan-kepentingan lain.
Oleh karena itu, marilah kita
dalam hidup ini jangan suka berlaku boros. Belanjakan harta yang kita miliki
dengan hemat, wajar-wajar, namun tidak sampai kepada sifat bakhil, sesuaikan
dengan tuntunan agama.
0 comments:
Post a Comment