Agama adalah pengorbanan. Setiap
orang yang beragama, terlebih sebagai Muslim, haruslah siap mengorbankan jiwa
dan raganya. Harta dan bahkan nyawa harus siap dikorbankan di jalan ALLooh SWT.
Dalam edisi kali ini kami akan menyampaikan tentang edisi kurban sebagai napak
tilas sejarah dan motivasi bagi setiap hamba ALLooh untuk selalu berkorban demi
tegaknya syiar ALLooh di muka bumi. Berikut selengkapnya:
“Anaibnu adzdzabihain (Aku adalah anak dua orang yang disembelih)” begitulah
RosuuluLLooh SAW menegaskan asal keturunannya. Yang dimaksud dengan dua orang
sembelihan ini adalah datuk beliau, NabiyuLLooh Ismail AS dan ayah beliau
Sayyid AbduLLooh bin Abdil Muththolib. ALLooh SWT berfirman di dalam Al-Qur’an
bahwa tatkala ayah Nabi Ismail yaitu Nabi Ibrohim AS mendapat perintah untuk
menyembelih putranya, beliau segera menunaikan perintah ini tanpa memprotes.
Inilah yang dalam ungkapan Salaf disebut dengan ta’abbudan, satu bentuk totalitas ketaatan kepada ALLooh tanpa
pernah bertanya kenapa ALLooh mewajibkan ibadah itu. Karenanya, para pelakunya
bisa menghadirkan diri sebagai kelompok hamba-hamba ALLooh yang mutaqorribin (dekat kepada ALLooh SWT).
Dalam dimensi yang berbeda, ada
lagi bentuk penghambaan lain seperti yang dilakukan Abdul Muththolib, kakek
RosuuluLLooh SAW. Beliau pernah bernadzar bahwa jika ALLooh berkenan
menganugerahinya sepuluh anak laki-laki, maka salah seorang di antara mereka
akan dikorbankan. Tatkala Sayyid AbduLLooh, anak yang kesepuluh lahir, Abdul Muththolib
segera menepati nadzarnya, Abdul Muththolib mengundi siapa dari kesepuluh
anaknya yang akan beliau korbankan.
Setelah diundi, yang keluar
adalah nama Sayyid AbduLLooh. Padahal, Sayyid AbduLLooh adalah putra Abdul
Muththolib yang paling disayanginya. Namun pantang bagi Abdul Muththolib
menyalahi nadzarnya. Pantang juga baginya untuk menukar Sayyid AbduLLooh dengan
putra-putranya yang lain.
Abdul Muththolib telah bersiap
menyembelih Sayyid AbduLLooh, tapi orang-orang Quroisy mencegahnya. Mereka
khawatir, nantinya itu akan menjadi sunnah (kebiasaan) pada keluarga Quroisy
lainnya. Namun AbduLLooh Muththolib bersikeras menunaikan nadzarnya. Kemudian
ada usulan agar beliau meminta pendapat seorang pendeta Bani Sa’ad. Pendeta ini
memberikan solusi untuk mengundi Sayyid AbduLLooh dengan sepuluh ekor onta.
Kalau yang keluar onta, maka sepuluh onta itu yang disembelih. Tapi kalau yang
keluar nama Sayyid AbduLLooh, maka Abdul Muththolib harus menambah sepuluh ekor
onta lagi. Abdul Muththolib menuruti solusi pendeta tadi.
Ketika diundi, ternyata yang
keluar tetap nama Sayyid AbduLLooh. Mereka pun mengundinya berulang kali, namun
lagi-lagi nama Sayyid AbduLLooh yang keluar. Begitulah seterusnya, baru pada
undian yang kesepuluh, keluarlah pilihan onta. Itu berarti bahwa Abdul
Muththolib harus menyembelih seratus ekor onta. Kalau dikonversikan dengan
harga onta sekarang harga seekor onta 4000 Riyal Saudi atau setara 14 Juta
Rupiah. Berarti 100 ekor onta setara dengan 14 Miliar Rupiah.
Begitulah cerita nadzar Abdul Muththolib yang
sangat fenomenal itu. Nadzar menurut Imam AbduLLooh bin Alawiy Al Haddad tidak
boleh dilakukan kecuali dalam rangka mendekatkan diri (taqorrub) kepada ALLooh SWT. Dalam konteks nadzar Abdul Muththolib
ini, beliau bernadzar sebagai wujud syukur kepada ALLooh yang telah memberinya
sepuluh orang anak laki-laki. Bersyukur adalah satu di antara sifat utama
hamba-hamba ALLooh yang bisa digolongkan kepada al-mutaqorribin. Tidak banyak manusia yang memenuhi kriteria ini.
ALLooh SWT berfirman:
“Dan sedikit sekali hamba-hambaKU yang mau bersyukur.” [QS.
Saba’:13]
Kata korban, kurban atau qurban adalah
serapan dari Bahasa Arab yang berarti persembahan. Asal fi’il madhi ‘qoruba’ berarti dekat. Ritual kurban yang menjadi satu
di antara syariah Islam yang amat mulia pada setiap Hari Raya Idul Adha adalah
satu di antara media yang diberikan ALLooh kepada ummat ini untuk mendekatkan
diri kepadaNYA. Ini sesuai dengan sejarah kurban itu sendiri yang merupakan
napak tilas pengorbanan yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrohim AS.
Sekian lama Nabi Ibrohim AS
merindukan buah hati yang tak kunjung didapatinya selama pernikahannya dengan
istri pertama beliau Siti Sarah, yang disebut-sebut sebagai wanita paling
cantik di dunia. Baru setelah beliau menikahi Siti Hajar, ALLooh berkenan
memberikan momongan yang dirindukan. Ismail lahir dari rahim Siti Hajar yang
sebelumnya adalah seorang budak yang mengkhidmatkan diri kepada Siti Sarah.
Cerita pengorbanan keluarga
Sayyidina Ibrohim AS juga tidak bisa dilepaskan dari pengorbanan cinta.
Bagaimana Siti Sarah rela berkorban dan mengenyampingkan rasa cemburunya. Siti
Sarah menyuruh Nabi Ibrohim menikahi Siti Hajar setelah Siti Sarah sadar bahwa
dia tidak bisa menjadi perantara Nabi Ibrohim mendapatkan keturunan. Tapi,
justru atas pengorbanannya itu ALLooh juga berkenan menganugerahi Siti Sarah
seorang anak yang kelak menjadi bapak semua Nabi Bani Israel. Siti Sarah
kemudian disebut “Kanat ‘aqirotan wa
shorot ummal anbiyaa’ (Wanita mandul yang akhirnya menjadi Ibu para Nabi).”
Tidak ada pengorbanan apa pun
yang dilakukan seorang hamba melainkan ALLooh pasti akan menaikkan derajat
hamba tadipada maqom atau kedudukan
yang hanya ALLooh saja yang tahu. Abdul Muththolib berkorban, lalu ALLooh
menetapkannya sebagai kakek dari Nabi penutup para Nabi, Sayyidina Muchammad
SAW. Nabi Ibrohim berkorban dan ALLooh menetapkannya sebagai kholiluLLooh (Kekasih ALLooh). Nabi
Ibrohim kemudian menjadi moyang semua Nabi setelahnya. Siti Sarah berkorban,
lalu ALLooh berkenan mengakhiri kemandulannya hingga ia pun mengandung dan
melahirkan anak. Bahkan ALLooh menetapkannya sebagai ibu semua Nabi Bani
Israil.
Kehidupan para penyeru agama dan
pejuang dari masa ke masa pun tak pernah sunyi dari beragam pengorbanan. Harta
diserahkan, nyawa dipersembahkan dan tercapainya tujuan perjuangan. Kehidupan
adalah perjuangan yang tiada bertepi. Kehidupan adalah momen berharga bagi
manusia untuk memupuk segala bentuk pengorbanan dalam rangka menjadi hamba
ALLooh yang paling dekat dan paling taqwa kepada-NYA. Karena itulah, maka
berkurban adalah hal yang niscaya dalam kehidupan. Tanpa pengorbanan, seorang
hamba tak akan pernah bisa menaikkan derajatnya di sisi ALLooh SWT.
Kalau untuk memenuhi kesenangan
dunia semata kita sanggup mengeluarkan uang sekian juta, kenapa untuk mendapatkan
Ridho ALLooh kita tak sudi melakukannya? Untuk mengganti empat ban mobil kita
yang sudah tipis, kita mudah sekali mengeluarkan uang. Apakah gerangan yang
menghalangi kita membeli seekor kambing? Padahal harga empat unit ban mobil
yang paling murah sekali pun minimal dua juta rupiah. Uang sebanyak itu sudah
berlebih kalau kita belikan seekor kambing.
Ingatlah sabda RosuuluLLooh SAW
bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial untuk berkurban tapi enggan
melakukannya:
“Siapa yang memiliki kelapangan harta tapi tidak mau berkurban, maka
sekali-kali jangan pernah mendekati tempat sholat kami!”
Demikian yang bisa kami sampaikan dalam edisi
kali ini, semoga ini mendorong semangat untuk mendekatkan diri kepada ALLooh
dengan jalan berkorban dengan apa yang kita miliki sesuai kemampuan kita.
Semoga ALLooh SWT menerima pengorbanan kita dan mencatatnya sebagai amal
sholeh, serta bekal yang berguna di Hari Akhir kelak.
0 comments:
Post a Comment