Thursday, September 7, 2017

Tingkatan Halal dan Haram

Hasil gambar untuk Tingkatan Halal dan HaramMencari barang halal adalah kewajiban setelah ibadah fardhu. Mengkonsumsinya dan menggunakannya hanya sebatas kebutuhan saja banyak mengandung manfaat dan hasil yang bagus. Itulah dasar utama pembersihan hati, pelembutannya, penyinarannya dan memperindahnya dengan aqiidah yang mulia nan lurus, sifat-sifat yang baik dan akhlaq yang mulia, juga memperindah anggota tubuh dengan amal sholeh yang ikhlas juga tutur kata yang baik.

Kemudian barang halal terbagi menjadi beberapa tingkatan:
- Yang paling tinggi dan yang paling baik adalah barang halal mutlak yang benar-benar halal dari segala aspek hal itu seperti air sungai, rerumputan yang tumbuh di tanah tanpa ada pemiliknya, hewan buruan darat, hasil tangkapan laut yang bisa dikonsumsi oleh manusia, apabila makanan ini dikonsumsi oleh seseorang sesuai dengan prosedur syari’at disertai sikap berhati-hati juga diniatkan untuk memperkuat diri dalam beribadah kepada ALLOOH SWT dan menegakkan perintaNYA juga menggunakannya sesuai dengan kebutuhan saja, maka ia termasuk orang yang mengkonsumsi barang halal yang mutlak.

Di antara para salafunashshoolichiin RochimahuLLooh ada yang memakan rerumputan sampai menghijau tubuhnya, bahkan Imam Sofyan Ats-Tsauri dan Imam Ibrohim bin Adham RA apabila keduanya tidak mendapatkan makanan halal seperti yang disebutkan di atas keduanya rela memakan pasir, pasir ini bagi keduanya sebagai pengganti makanan.

Di pegunungan dan perbukitan ada dedaunan yang bisa dikonsumsi oleh seseorang sebagai makanan, ALLOOH SWT akan menolong hambaNYA sesuai kadar niatnya.

- Tingkatan kedua barang halal mutlak yang bersih dari salah satu sisi bukan sisi yang lain, contohnya orang yang mengambil dedaunan dan kayu perbukitan dengan penuh hati-hati dalam mengambilnya lalu membawanya ke berbagai tempat untuk dijual, dengan uang hasil jualannya ia membeli makanan dan lain sebagainya.

Selain itu ia juga mengutamakan sikap waro’ dalam berbagai hal disertai dengan mengkonsumsi makanan dan menggunakan pakaian sekedar kebutuhannya saja, cara ini telah ditempuh oleh segolongan para salafunashshoolichiin.

- Tingkatan ketiga adalah bukan barang halal secara mutlak dari kedua sisi itu tetapi ia didapatkan melalui pekerjaan industri atau pesanan seperti tukang kertas, penjahit berdagang dan lain sebagainya. Selanjutnya ia menjalankannya dengan cara berbisnis tetapi ia melakukannya dengan penuh ketakwaan, waro’, teliti dengan niat yang baik menggunakannya untuk membantunya beribadah kepada ALLOOH SWT dan menegakkan perintahNYA.

Selain itu ia juga mengkonsumsi makanan dan memakai pakaian seperlunya saja begitu juga kebutuhan yang lainnya, ia juga berniat untuk menyedekahkan kelebihan hartanya untuk kebaikan karena ALLOOH SWT.

- Keempat: Harta orang yang tidak berhati-hati dalam kerja mereka, menggunakan barang syubhat atau tidaknya mereka tidak peduli, kurang berhati-hati dalam apa yang mereka ambil dan apa yang mereka tinggalkan hingga lebih banyak syubhatnya dalam harta mereka, mengenai mereka ini dikatakan: “Barangsiapa yang tidak peduli darimana ia memperoleh harta, ALLOOH SWT tidak memperdulikannya dari mana ia dimasukkan ke dalam api neraka.”

Keempat tingkatan ini adalah tingkatan halal sedangkan kebalikannya juga empat tingkatan yaitu tingkatan haram dan syubhat:
- Haram mutlak yang tidak mengandung unsur halal sama sekali kecuali saat keadaan darurat contohnya bangkai, darah, daging babi dan minuman keras.

- Barang yang aslinya halal seperti tepung, kurma dan anggur tetapi ia milik orang lain, barang ini haram bagimu kecuali engkau memperolehnya dengan cara yang sah seperti membeli, mendapat hadiah atau warisan dan lain sebagainya.

- Barang syubhat yang aslinya haram, ia menjadi halal dikarenakan perkara yang masih samar di dalamnya, dan orang yang mengkonsumsinya adalah orang yang berilmu sedikit, kurang bertakwa dan terbawa oleh hawa nafsu, dan tingkatan ini ada barang syubhat yang aslinya halal tetapi ada keraguan mengenai keharamannya dikarenakan suatu sebab atau ada keraguan di dalamnya. Disebutkan dalam sebuah hadits shochih:

Artinya: “Barangsiapa yang terjerumus dalam perbuatan syubhat berarti ia (hampir) terjerumus dalam barang haram seperti penggembala kambing yang menggembalakan ternaknya sekitar tanah larangan yang hampir saja ternaknya masuk ke dalamnya.”

Mengenai hal ini juga ada riwayat terkenal hadits Uqbah, tentang seorang wanita yang ia nikahi lalu ia didatangi seorang wanita hitam dan wanita itu mengaku bahwa ia telah menyusuinya dan menyusui wanita yang ia nikahi.

Adapun barang syubhat kebanyakannya menurut ilmu dhohir adalah barang halal tetapi bila terjadi penggampangan dan tidak berhati-hati juga pemborosan dalam penggunaannya dari orang yang melakukan mu’amalah ini, maka prosentase kehalalannya semakin mengecil karena manusia dalam mengambil sesuatu berlaku semena-mena tanpa berhati-hati di samping itu juga menghambur-hamburkan berbagai macam kenikmatan yang ada melebihi tingkatan keborosan.

Para ulama berkata: “Barang halal adalah yang tidak mengandung pemborosan.”

Disebutkan dalam hadits.
Artinya: “Seorang hamba tidak dapat mencapai derajat orang-orang bertakwa sampai ia meninggalkan barang yang mubah karena takut dari barang haram.”

Di antara ungkapan seorang sahabat RA: “Dahulu kami meninggalkan sembilan persepuluh perkara halal karena kami khawatir terperosok dalam perkara haram.”

Dalam sebuah hadits disebutkan: “Tinggalkanlah apa yang mencurigakanmu menuju apa yang tidak membuatmu curiga.”

WaLLoohu a’lam bish showaab

0 comments:

Post a Comment