Monday, September 26, 2016

Bulan Mucharrom

Hasil gambar                Tidak terasa tahun telah berganti, umur telah bertambah, sudahkah semua itu kita sertai dengan tambahnya iman dan taqwa? Bukankah ALLOOH telah menambahkan umur dalam hidup kita? Mengapa kita tidak menambah ketaatan kepada-NYA?

                Ingatkah kita pada suatu hari di empat belas abad yang lalu ketika RosuuluLLooh SAW melakukan perjalanan berat dari Makkah menuju Madinah. Di atas punggung onta, mendaki gunung berbatu, menuruni lembah dipanggang panasnya di bawah ganasnya terik matahari padang pasir. Medan yang berat menjadi tambah berat ketika harus menghindar kejaran kaum kafir Quroisy.

                Berjalan dengan penuh kewaspadaan dan kehati-hatian. Hanya dengan niat dan keyakinan yang teguhlah RosuuluLLooh SAW berhasil akhirnya sampai pula di kota Madinah Al Munawaroh menjadi pelabuhan dakwah RosuuluLLooh SAW yang menghantarkan kejayaam Islam. Dari Madinah-lah Islam melebarkan sayapnya hinga ke pelosok penjuru bumi. Ke Asia menembus lautan, mengarungi benua dan menaklukkan alam.

                Semua itu RosuuluLLooh SAW lakukan demi syi’ar Islam, hingga kita manusia Nusantara di Indonesia dapat menikmati manisnya iman kepada-NYA. Itulah salah satu hikmah hijrohnya Kanjeng Nabi Muchammad SAW.

                Begitu agungnya hikmah di balik hijroh RosuuluLLooh SAW, sehingga sahabat Sayyidina ‘Umar bi Khoththob RA bersama bersepakat dengan para sahabat lain me’monumen’kan hijroh RosuuluLLooh SAW dalam bentuk penanggalan dalam Islam.

                Bulan Mucharrom dalam tradisi Islam memiliki makna yang dalam dan sejarah yang panjang. Di antara kelebihan bulan Mucharrom ini terletak pada hari ‘Asyuro atau hari kesepuluh pada bulan Mucharrom. Karena pada hari ‘Asyuro itulah (seperti yang termaktub dalam I;anatuth Tholibin) ALLOOH SWT untuk pertama kali menciptakan dunia, dan pada hari yang sama pula ALLOOH akan mengakhiri kehidupan di dunia (yakni kiamat).

Hasil gambar                 Pada hari Asyuro’ pula ALLOOH SWT menciptakan Lauh Mahfudh dan Qolam, menurunkan hujan untuk pertama kalinya, menurunkan Rochmat di atas bumi. Dan pada hari Asyuro’ itu ALLOOH mengangkat Nabi ‘Isa AS ke atas langit.

                Dan pada hari Asyuro’ itulah Nabi Nuh AS turun dari kapal setelah berlayar karena banjir bandang. Sesampainya di daratan Nabi Nuh AS bertanya kepada ummatnya “Masihkah ada bekal pelayaran yang tersisa untuk dimakan?”, kemudian mereka menjawab,”Masih wahai Nabi.” Kemudian Nabi Nuh AS memerintahkan untuk mengaduk sisa-sisa makanan itu menjadi adonan bubur, dan disedekahkan ke semua orang. Karena itulah kita mengenal bubur Suro. Yaitu bubur yang dibuat untuk menghormati hari Asyuro’ yag diterjemahkan dalam Bahasa kita menjadi bubur untuk selametan.

                Bubur Suro merupakan pengejawentahan rasa syukur manusia atas keselamatan yang selama ini diberikan oleh ALLOOH SWT. Namun dibalik itu bubur Suro (jawa) selain simbl dari keselamatan juga pengabadian atas kemenangan Nabi Musa AS dan hancurnya bala tentara Fir’aun.

                Oleh karena itu, barangsiapa berpuasa di hari Asyuro’ seperti berpuasa selama satu tahun penuh, karena puasa di hari Asyuro’ seperti puasanya para Nabi. Intinya hari Asyuro’ adalah hari istimewa.

                Banyak keistimewaan yang diberikan oleh ALLOOH pada hari itu, di antaranya adalah pelipatgandaan pahala bai yang melaksanakan ibadah pada hari itu. Hari itu adalah hari kasih saying, dianjurkan bagi semua muslim untuk melaksanakan kebaikan, menambah pundi-pundi pahala dengan bersilaturrochim, beribadah, dan banyak sedekah terutama bersedekah kepada anak yatim-piatu.
                
Bubur itu hanyalah perlambang bahwa bulan Mucharrom, awal tahun baru Hijriyah merupakan momentum untuk memperkokoh persaudaraan. Ada baiknya hidangan itu kita bagikan kepada tetangga dan sanak keluarga. Sebagai tanda syukur atas segala nikmat yang diberikan-NYA.


WALLOOHU A’LAM

0 comments:

Post a Comment