Tidak
terasa tahun telah berganti, umur telah bertambah, sudahkah semua itu kita
sertai dengan tambahnya iman dan taqwa? Bukankah ALLOOH telah menambahkan umur
dalam hidup kita? Mengapa kita tidak menambah ketaatan kepada-NYA?
Ingatkah
kita pada suatu hari di empat belas abad yang lalu ketika RosuuluLLooh SAW
melakukan perjalanan berat dari Makkah menuju Madinah. Di atas punggung onta,
mendaki gunung berbatu, menuruni lembah dipanggang panasnya di bawah ganasnya
terik matahari padang pasir. Medan yang berat menjadi tambah berat ketika harus
menghindar kejaran kaum kafir Quroisy.
Berjalan
dengan penuh kewaspadaan dan kehati-hatian. Hanya dengan niat dan keyakinan
yang teguhlah RosuuluLLooh SAW berhasil akhirnya sampai pula di kota Madinah Al
Munawaroh menjadi pelabuhan dakwah RosuuluLLooh SAW yang menghantarkan kejayaam
Islam. Dari Madinah-lah Islam melebarkan sayapnya hinga ke pelosok penjuru
bumi. Ke Asia menembus lautan, mengarungi benua dan menaklukkan alam.
Semua
itu RosuuluLLooh SAW lakukan demi syi’ar Islam, hingga kita manusia Nusantara di
Indonesia dapat menikmati manisnya iman kepada-NYA. Itulah salah satu hikmah
hijrohnya Kanjeng Nabi Muchammad SAW.
Begitu
agungnya hikmah di balik hijroh RosuuluLLooh SAW, sehingga sahabat Sayyidina ‘Umar
bi Khoththob RA bersama bersepakat dengan para sahabat lain me’monumen’kan
hijroh RosuuluLLooh SAW dalam bentuk penanggalan dalam Islam.
Bulan
Mucharrom dalam tradisi Islam memiliki makna yang dalam dan sejarah yang
panjang. Di antara kelebihan bulan Mucharrom ini terletak pada hari ‘Asyuro
atau hari kesepuluh pada bulan Mucharrom. Karena pada hari ‘Asyuro itulah
(seperti yang termaktub dalam I;anatuth Tholibin) ALLOOH SWT untuk pertama kali
menciptakan dunia, dan pada hari yang sama pula ALLOOH akan mengakhiri
kehidupan di dunia (yakni kiamat).
Pada
hari Asyuro’ pula ALLOOH SWT menciptakan Lauh Mahfudh dan Qolam, menurunkan
hujan untuk pertama kalinya, menurunkan Rochmat di atas bumi. Dan pada hari
Asyuro’ itu ALLOOH mengangkat Nabi ‘Isa AS ke atas langit.
Dan
pada hari Asyuro’ itulah Nabi Nuh AS turun dari kapal setelah berlayar karena
banjir bandang. Sesampainya di daratan Nabi Nuh AS bertanya kepada ummatnya “Masihkah
ada bekal pelayaran yang tersisa untuk dimakan?”, kemudian mereka menjawab,”Masih
wahai Nabi.” Kemudian Nabi Nuh AS memerintahkan untuk mengaduk sisa-sisa
makanan itu menjadi adonan bubur, dan disedekahkan ke semua orang. Karena itulah
kita mengenal bubur Suro. Yaitu bubur yang dibuat untuk menghormati hari Asyuro’
yag diterjemahkan dalam Bahasa kita menjadi bubur untuk selametan.
Bubur
Suro merupakan pengejawentahan rasa syukur manusia atas keselamatan yang selama
ini diberikan oleh ALLOOH SWT. Namun dibalik itu bubur Suro (jawa) selain simbl
dari keselamatan juga pengabadian atas kemenangan Nabi Musa AS dan hancurnya
bala tentara Fir’aun.
Oleh
karena itu, barangsiapa berpuasa di hari Asyuro’ seperti berpuasa selama satu
tahun penuh, karena puasa di hari Asyuro’ seperti puasanya para Nabi. Intinya hari
Asyuro’ adalah hari istimewa.
Banyak
keistimewaan yang diberikan oleh ALLOOH pada hari itu, di antaranya adalah
pelipatgandaan pahala bai yang melaksanakan ibadah pada hari itu. Hari itu
adalah hari kasih saying, dianjurkan bagi semua muslim untuk melaksanakan
kebaikan, menambah pundi-pundi pahala dengan bersilaturrochim, beribadah, dan
banyak sedekah terutama bersedekah kepada anak yatim-piatu.
Bubur
itu hanyalah perlambang bahwa bulan Mucharrom, awal tahun baru Hijriyah merupakan
momentum untuk memperkokoh persaudaraan. Ada baiknya hidangan itu kita bagikan
kepada tetangga dan sanak keluarga. Sebagai tanda syukur atas segala nikmat
yang diberikan-NYA.
WALLOOHU A’LAM
0 comments:
Post a Comment