Saturday, June 4, 2016

Buruk Rupa Berbudi Mulia

                Pada suatu hari, seorang gubernur pada zaman Kholifah Al-Mahdi mengumpulkan tetangga-tetangganya dan menaburkan uang dinar di hadapan mereka. Semua saling berebutan memunguti uang itu dengan suka cita, kecuali seorang wanita kumal, berkulit hitam dan berwajah buruk. Ia terlihat diam saja tidak bergerak sambil memandangi para tetangganya yang sebenarnya lebih kaya dari dirinya tetapi berbuat seolah-olah mereka orang-orang yang kekurangan harta.

                 Dengan keheranan sang gubernur bertanya,”Mengapa engkau tidak ikut memunguti uang dinar itu seperti tetangga-tetanggamu yang lain?”

                Janda buruk rupa itu menjawab,”Sebab yang mereka cari uang dinar sebagai bekal dunia. Sedangkan yang saya butuhkan bukan dinar melainkan bekal akhirat.”

                “Maksud engkau?” sang gubernur mulai tertarik akan kepribadian perempuan itu.

                “Maksud saya, uang dunia sudah cukup. Yang masih saya perlukan adalah bekal akhirat, yaitu sholat, puasa dan dzikir. Sebab perjalanan di dunia amatlah pendek dibandingkan dengan pengembaraan di akhirat yang panjang dan kekal.”

                Dengan jawaban seperti itu, sang gubernur merasa tersindir tajam. Ia insyaf, dirinya selama ini hanya sibuk mengumpulkan harta benda dan melalaikan kewajiban agamanya. Padahal kekayaannya melimpah ruah, tak akan habis digunakan keluarganya hingga tujuh keturunan. Sedangkan umurnya sudah di atas setengah abad, dan malaikat Izroil sudah mengintainya.

                Akhirnya sang gubernur jatuh cinta kepada perempuan lusuh yang berparas buruk itu. Kabar itu tersebarlah ke seluruh pelosok negeri. Orang-orang besar tak habis pikir, bagaimana seorang gubernur bisa menaruh hati kepada perempuan jelata yang buruk rupa itu.

                Maka pada suatu hari, diundanglah mereka oleh di dalam sebuah jamuan pesta yang mewah. Gubernur  mengundang para tetangga termasuk wanita yang membuat gempar tersebut. Kepada mereka diberikan gelas kristal yang bertahtakan permata berisi cairan anggur segar. Gubernur kemudian memerintahkan agar mereka membanting gelas mereka masing-masing. Semua yang hadir kebingungan dan tidak ada yang mau menuruti perintah itu. Namun tiba-tiba terdengar suara gelas yang pecah, ternyata ada orang yang dianggap gila yang melaksanakan perintah itu. Dialah si perempuan berwajah buruk itu yang melakukannya. Di kakinya, pecahan gelas berhamburan hingga semua orang tampak terkejut dan keheranan. Gubernur lalu bertanya,”Mengapa engkau banting gelas itu?”

                Tanpa takut, wanita itu menjawab,”Ada beberapa sebab. Pertama, dengan memecahkan gelas ini berarti berkurang kekayaan tuan. Tetapi, menurut saya hal itu lebih baik daripada wibawa tuan berkurang lantaran perintah tuan tidak dipatuhi.”

                Gubernur terkesima. Para tamunya juga terkagum akan jawaban yang masuk akal itu.

                “Sebab lainnya?” tanya gubernur. Wanita itu menjawab,”Kedua, saya hanya menaati perintah ALLOOH. Sebab di dalam Al-Qur’an, ALLOOH memerintahkan agar kita mematuhi ALLOOH, Rosul-NYA dan para penguasa. Sedangkan tuan adalah penguasa, maka dengan segala resikonya saya laksanakan perintah tuan.”
              
  Gubernur kian takjub. Demikian pula para tamunya,”Masih ada sebab lain?”
              
  Perempuan itu mengangguk dan berkata,”Sebab ketiga, dengan saya memecahkan gelas itu, orang-orang akan menganggap saya gila. Namun hal itu lebih baik buat saya. Biarlah saya dianggap gila daripada tidak melakukan perintah gubernurnya, yang berarti saya sudah berbuat durhaka. Tuduhan bahwa saya gila, akan saya terima dengan lapang dadad daripada saya dituduh durhaka kepada penguasa saya. Itu lebih berat bagi saya.” Maka kemudian gubernur yang istrinya telah meninggal dunia itu melamar lalu menikahi perempuan berwajah buruk dan berkulit hitam legam itu, semua yang mendengar bahkan berbalik sangat gembira karena gubernur memperoleh jodoh seorang wanita yang tidak saja taat kepada suami, tetapi juga taat kepada gubernurnya, kepada Nabinya dan kepada Tuhannya.


0 comments:

Post a Comment