Di era sekarang, ummat Muslimin
adalah ibarat anak-anak yang tidak berbapak, tidak memiliki sosok yang
titah-titahnya bisa dijadikan pegangan. Oleh karena itu, mereka mudah
diombang-ambingkan perubahan. Fenomena ini tampaknya memang sulit dielakkan.
Coba kita amati, betapa mudahnya ummat muslimin didikte oleh propaganda musuh.
Negara-negara Islam di Jazirah Arab banyak yang hancur-lebur akibat diadu domba
dan dikendalikan dunia Barat. Walhasil, negeri-negeri muslim hanya menjadi
obyek permainan dan tak mampu menentukan ke mana langkah harus dibawa.
Kondisi seperti ini sebenarnya
sudah diisyaratkan Baginda Nabi SAW lebih dari 14 abad yang lalu. Beliau pernah
berkata bahwa di akhir zaman kelak, ummat Islam tak ubahnya ibarat buih di tepi
lautan. Jumlah mereka banyak, akan tetapi mereka sama sekali tidak punya
kekuatan. Lemahnya kaum Muslimin ini lebih banyak disebabkan oleh menjauhnya
mereka dari panduan Baginda Nabi SAW. Mereka tersilaukan oleh gaya hidup
orang-orang kafir Barat yang memprioritaskan kemewahan duniawi yang fana.
Gara-gara mengikuti budaya Barat ini, mereka mengalami kegagalan, baik duniawi
ataupun ukhrowi. Padahal, Baginda Nabi SAW memberikan garansi kebahagiaan dunia
dan akhirat bagi ummat Islam yang mau mengikuti ajaran-ajarannya. Garansi
beliau dikukuhkan dengan dengan jaminan dari Sang Kholiq yang tertera di dalam
Al-Qur’an.
Faktor kedua yang menjadi sebab
lemahnya kekuatan Islam adalah sedikitnya pemimpin yang berkarakter kuat dan
mampu membimbing ummat. Sekarang memang sedikit sosok pemimpin Muslim yang
mampu membimbing ummat dengan adil dan bijaksana. Sistem demokrasi yang
berjalan, kerap melahirkan pemimpin-pemimpin korup yang memikirkan diri mereka
sendiri. Tak jarang pemimpin yang tampil hanyalah boneka yang dikendalikan.
Akhirnya, kerap ummat Islam sendiri yang dirugikan dengan naiknya
pemimpin-pemimpin seperti itu. Hukum-hukum Islam disingkirkan diganti dengan
hukum-hukum buatan manusia yang mudah sekali direkayasa.
Kepemimpinan adalah satu keniscayaan
dalam kehidupan. Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabawiy telah menegaskan
pentingnya pemimpin di tengah-tengah suatu masyarakat. ALLooh SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah ALLooh dan taatilah Rosul(Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada ALLooh (Al-Qur’an) dan Rosul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada ALLooh dan Hari Kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [QS. An-Nisaa’: 59]
Dalam ayat lain ALLooh SWT
berfirman:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang kholifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (kholifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [QS. Al-Baqoroh:30]
Dalam ayat ini, yang dimaksud
dengan Kholifah adalah pemimpin yang mengelola bumi agar menjadi makmur dan
bermanfaat bagi seluruh makhluk. Baginda Nabi SAW pernah menyinggung soal
kepemimpinan dalam salah satu sabdanya, “Setiap
orang di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab atas
kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan dimintai tanggung jawab atas
kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di tengah keluarganya dan akan
dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya.” [HR. Imam Bukhooriy]
Dahulu Hadramaut pernah dikuasai
oleh seorang pemimpin yang dinilai dzholim dan semena-mena. Anehnya, pemimpin
ini kerap dipuji oleh ulama terkemuka kala itu, yakni Syekh Umar bin AbduLLooh
Bamakhromah. Bahkan Syekh Umar menulis sederet puisi yang khusus memberikan
apresiasi terhadap pemimpin tadi. Sebagian ulama merasa heran dan menentang
sikap tak lazim Syekh Umar itu. Belakangan, tatkala si pemimpin tadi meninggal
dunia, terjadilah kekosongan pemerintahan sehingga menjadi anarkis. Kekacauan
melanda dimana-mana. Ketika itulah para ulama akhirnya memaklumi sikap nyleneh
Syekh Umar Bamakhromah dahulu. Rupanya, pemimpin yang mereka anggap dzholim itu
ternyata sosok yang mampu menciptakan keamanan dan stabilitas negeri.
Senada dengan kisah ini, Sahabat Nabi
yang bernama Amr bin Ash berkata: “Imam
yang dzholim masih lebih baik daripada fitnah yang melanda terus-menerus
(anarkisme dan kekacauan).” Ucapan ini menunjukkan betapa perlunya
kepemimpinan yang bagus guna menghindari anarkisme dan kekacauan sosial.
Pemimpin adalah sosok yang menciptakan stabilitas dan mengatur ritme kehidupan
masyarakat. Namun begitu, kenikmatan akan sempurna apabila sang pemimpin
memiliki sifat adil dan bijaksana.
Dikisahkan bahwa pada suatu
ketika Khalifah Al-Makmun bersama 30.000 prajuritnya berjalan-jalan menyusuri
kota Baghdad. Di tengah jalan mereka bersua dengan seorang laki-laki yang
berprofesi sebagai petani. “Hari ini aku akan menjamu seluruh tentara anda.” kata
petani tadi kepada Al-Makmun Ia kemudian membentangkan permadani indah berwarna
keemasan untuk prajurit Kholifah yang jumlahnya sangat banyak itu. Kemudian ia
memerintahkan budak-budaknya yang tak kalah banyaknya untuk membawakan
talam-talam yang dipenuhi aneka warna makanan untuk dihidangkan kepada seluruh
prajurit. Tentu saja Al-Makmun merasa takjub terhadap pemandangan dihadapannya
itu. Dalam hati ia merasa bersyukur atas kemakmuran yang dilimpahkan kepada
rakyatnya.
Setelah itu, ia melanjutkan
perjalanan bersama barisan tentaranya. Di jalan, beliau dihentikan oleh seorang
perempuan yang mempersilahkan sang pemimpin untuk singgah di rumahnya. “Wahai
Kholifah, inikah tentara-tentara anda?” Perempuan ini lalu mengeluarkan
talam-talam berisi aneka makanan lezat untuk disuguhkan kepada Al-Makmun dan
tentara-tentaranya. Tentu saja Al-Makmun menggeleng-gelengkan kepala dan merasa
tak kalah heran dengan perisitiwa pertama. Melihat sang Kholifah keheranan,
wanita itu lalu berkata, “Ini adalah berkah keadilan anda!”
Kholifah Umar bin Abdul Aziz
adalah potret pemimpin adil dan bijaksana yang diidamkan kaum Muslimin pasca
era Baginda Nabi SAW dan Khulafaur Rosyidin. Meski masa kepemimpinannya tak
berlangsung lama, namun beliau sukses membawa Islam kepada era kejayaan. Beliau
membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga Bani
Umayyah serta melakukan reformasi di berbagai bidang.
Beliau juga memangkas pajak dari
orang-orang Nasrani dan menghentikan pungutan pajak dari para mualaf.
Kebijakannya ini mendongkrak simpati dari kalangan Non-Muslim sehingga mereka
berbondong-bondong memeluk agama Islam. Beliau sangat menaruh perhatian
terhadap rakyatnya. Sikap ini terlihat dari upaya beliau untuk terus menggali
sumur-sumur demi memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap air bersih. Jalan-jalan
di kota Damaskus dan sekitarnya diperbagus. Sarana ibadah seperti masjid dan
madrasah diperbanyak dan diperindah. Bagi masyarakat yang sakit disediakan
pengobatan gratis.
Tak seperti penguasa kebanyakan
yang begitu ambisi mengincar kursi kekuasaan, Kholifah Umar bin Abdul Aziz
justru menangis ketika tahta digulirkan kepadanya. Keadilan dan kearifannya
selama menjabat gubernur telah membuat Khalifah Sulaiman terkesan. Maka di
akhir hayatnya, Kholifah Sulaiman memilih Kholifah Umar bin Abdul Aziz sebagai
penerusnya melalui surat wasiatnya.
Kholifah idaman umat ini memilih
hidup bersahaja. Menjelang akhir hayatnya beliau ditanya, “Wahai Amirul
Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat anak-anakmu ?” Sang Kholifah
balik bertanya, “Apa yang ingin kuwasiatkan ? Aku tidak memiliki apa-apa.”
Kemudian beliau melanjutkan “Jika anak-anakku orang shaleh, ALLooh-lah yang
mengurusnya.” Sepeninggalnya, anak-anaknya menjadi insan-insan yang alim dan
kaya raya berkat kesalehan Kholifah Umar bin Abdul Aziz.
Kisah-kisah di atas menjadi gambaran
nyata betapa pemimpin yang adil dan bijak akan memberikan keberkahan besar bagi
umat Muslimin dimana pun mereka berada. Oleh karenanya, hendaknya umat Muslimin
berikhtiar untuk mendapatkan pemimpin Muslim yang adil dan bijaksana. Begitu
perlunya ikhtiar semacam ini, hingga Habib Ahmad bin Umar bin Sumaith berkata,
“Tidaklah membenci pengangkatan pemimpin kecuali orang yang munafik, karena ia
tidak menghendaki adanya orang yang menahan dirinya dari hawa nafsunya dan
mencegahnya dari kelalimannya.”
ALLooh SWT berfirman dalam
Al-Qur’an,
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan ALLooh.” [QS Al-An’am:116]
Sekali pun demikian, Habib Ahmad
bin Umar bin Sumaith menekankan bahwa memunculkan pemimpin adil bukanlah dengan
cara revolusi yang instan atau pemaksaan kehendak. Memunculkan pemimpin adil
harus dilakukan dengan cara lemah lembut dan dimulai dengan mendidik anak-anak
di dalam keluarga. Perumpamaan “Siapa menanam, ia akan menuai.” benar-benar
berlaku disini. Dari generasi muda terdidik inilah kelak akan muncul
pemimpin-pemimpin yang bertakwa dan berpengetahuan luas.
Tentu saja peran ulama dan dai
sangat penting dalam hal ini. Ulama harus lebih getol lagi menyebarluaskan
pendidikan di tengah masyarakat, baik yang berada di perkotaan maupun di
pedalaman. Demikian juga para dai, mereka harus lebih intens berdakwah mengajak
masyarakat menuju jalan ALLooh SWT, baik lewat mimbar-mimbar, media dan
tulisan. Dengan tersebarnya pendidikan dan dakwah, akhlak dan intelektual
generasi muda akan dapat terbenahi dan dengan begitu akan lahir pemimpin yang
adil dan bijaksana. Demikianlah metode yang paling efektif menurut Habib Ahmad
bin Umar bin Sumaith yang oleh para ulama mutaakhirin ditahbiskan sebagai
Pembaharu Islam abad Kedua Belas.
Tentu kita semua mendambakan
bahwa pemimpin Muslim yang mengatur pemerintahan negeri kita adalah pemimpin
yang bijaksana. Oleh karena itu, mari kita mulai ikhtiar ini dari lingkungan
keluarga kita. Anak-anak harus kita tempa dengan tarbiyah Islamiyah agar tumbuh
besar secara Islami. Dekatkan mereka kepada alim-ulama agar di sanubari mereka
tumbuh rasa cinta kepada para ahli ilmu dan orang-orang shaleh. Dengan bekal
itu, ketika kelak mereka menjadi dewasa dan salah seorang diantara mereka
menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana, ia tentu akan mampu mengantar Islam
kepada kejayaannya kembali.
0 comments:
Post a Comment