Friday, October 13, 2017

JAUHI HAUS KEKUASAAN

Siapa sih yang tidak mau kekuasaan dan berkuasa, semua orang pasti menghendaki dan menginginkannya. Haus kekuasaan termasuk penyakit hati, penyakit yang ditimbulkan akibat dari rendahnya akhlaq dan anggapan bahwa kehormatan adalah sumber kemuliaan dan kejayaan, sehingga mendorong nafsunya untuk mencari kekuasaan, jabatan dan kepemimpinan. Baginya kekuasaanlah yang hanya bisa mengangkat martabat dan kehormatan dirinya, meskipun kemampuannya dan daya intelektualnya kurang mumpuni dan sangat terbatas.
Hasil gambar untuk jauhi haus kekuasaan                Kebanyakan orang yang haus kekuasaan mempunyai rasa tanggung jawab yang rendah terhadap amanah yang diberikan kepadanya. Bagi mereka kekuasaan adalah simbol kejayaan, lambing keberhasilan dan kira mengangkat status sosialnya di tengah masyarakat. Karena itu mereka selalu berusaha untuk meraih kekuasaan, dimana pun mereka berada, sedangkan masalah tanggung jawab dan menjaga amanah itu soal lain, yang penting kekuasaan itu harus diraihnya lebih dulu. Itulah cara berfikirnya orang yang haus kekuasaan. Oleh karena itu, haus kekuasaan termasuk penyakit hati yang sangat sulit dihilangkan.
                Haus kekuasaan dan cinta kedudukan adalah ambisi yang timbul dari dalam hati seseorang yang berakhlaq rendah. Hal itu merupakan penyakit berbahaya di dalam diri setiap pemimpin, karena akan menimbulkan permusuhan dan pertikaian, saling menjatuhkan, sehingga rakyat dan masyarakatlah yang tidak tahu apa-apa akan menjadi korban tingkah laku mereka. Itulah pemimpin picik dan gadungan yang harus disingkirkan.
                Pemimpin semacam itu hanya senang berkuasa tanpa menghiraukan segala tanggung jawab yang harus dilakukannya, mereka mengira dengan berkuasa segalanya bisa diraih dan diperoleh dengan mudah, baik harta maupun kekuasaan, mereka akan dengan seenaknya melakukan apa saja dengan kekuasaannya. Bukankah pemimpin itu merupakan suatu tanggung jawab yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan ALLOOH SWT? Seperti yang disabdakan RosuuluLLooh SAW: “Setiap pemimpin akan ditanya tentang kepemimpinannya.” [HR. Imam Bukhooriy dari Sayyidina Anas RA]
                RosuuluLLooh SAW pernah bersabda: “Dimana ada seseorang pemimpin menipu rakyatnya, maka dia berada di neraka.” [HR. Imam Ath-Thobarooniy]
                Hadits di atas menunjukkan bahwa tanggung jawab dan beban seorang pemimpin itu tidak ringan, salah dalam memimpin tempatnya adalah neraka. Orang yang arif dan bijaksana senantiasa menghindar dari keinginan menjadi pemimpin, sebab tanggung jawabnya yang begitu besar serta ketakutannya kepada ALLOOH SWT. Tetapi ironisnya di zaman sekarang banyak orang berlomba-lomba berebut menjadi pemimpin padahal tidak sedikit pun persyaratan kepemimpinan yang dimiliki, mereka rela melakukan apa saja hanya untuk menjadi seorang pemimpin tanpa mau tahu apa yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya.
                Apakah pemimpin itu semacam satu barang dagangan yang bisa diperjualkan belikan? Ataukah suatu perusahaan yang menguntungkan? Bukankah pemimpin itu suatu tanggung jawab? Apakah suatu bangsa rela kalau dipimpin oleh orang-orang munafiq yang ambisius? Apakah harga diri suatu bangsa terangkat bila dipimpin oleh orang yang berakhlaq yang rendah dan dzholim?
                Relakah suatu bangsa kalau negaranya hanya dijadikan pasar perebutan kursi dan kedudukan empuk, yang bisa menggendutkan perut para tengkulak itu? Bukankah pemimpin itu merupakan pengemban amanat rakyat? Bila amanat rakyat tidak dilaksanakan, suara hati rakyat tidak didengarkan, maka tunggulah kehancuran bangsa itu bila pemimpin semacam ini masih tetap bertahan dan dipertahankan.
                Apakah yang menjadi ukuran sebagai seorang pemimpin? Sebelum persyaratan-persyaratan lain yang harus dipenuhi, maka seorang pemimpin itu hanya dipilih karena akhlaqnya yang tinggi, bukan karena banyaknya penjilat dan pengikutnya.
                Pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang tahu kewajiban dan tanggung jawabnya, yang lebih banyak bekerja, yang tidak mau gembar-gembor dengan propaganda, karena cara-cara memperbodoh bangsa sendiri itu merupakan tabiat orang-orang fasiq yang mempunyai tendensi tertentu demi kepentingan pribadinya. Cara seperti ini tidak akan disukai oleh seseorang yang berbudi luhur dan berakhlaq mulia.
                Pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang benci cara-cara kotor yang tidak bermoral, benci kepada kejahatan dan kehinaan, suci perasaannya, cerddas pikirannya, tetap pendiriannya, tidak mabuk harta dan pujian, tinggi semangatnya, suka berkorban, mengerti perasaan bangsanya, adil dan bertanggung jawab. Pemimpin inilah yang mempunyai kebesaran pribadi sebagai seorang pemimpin dan keutamaan yang akan dipertahankan oleh seluruh rakyatnya.
                Di zaman sekarang ini, banyak orang yang berlomba-lommba untuk menjadi pemimpin, tanpa memiliki kesadaran bahwa pemimpin suatu ummat adalah penyalur aspirasi ummat, penyambung lidah rakyat, berpandangan luas ke depan, pengayom dan pelindung rakyat bukan penakut dan pemeras.
                Seharusnya kita merasa heran kepada seseorang yang tidak mempunyai syarat-syarat untuk menjadi pemimpin, tetapi selalu mempengaruhi masyarakat dengan berkoar-koar di atas podium dan mengaku bahwa dirinya adalah patut untuk dipilih sebagai pemimpin. Dengan segala cara ia menipu opini publik, dan memperbodoh masyarakat supaya dirinya laris dan dianggap hebat. Padahal sebenarnya ia adalah orang jahat yang rakus, ambisius, aib sekali dan tidak tahu malu akan kekurangan dirinya.
                Diantaranya ada pula orang yang berhasrat untuk menjadi pemimpin, melalui jujur politik praktis, ekonomi, sosial, kebudayan dan tidak sedikit yang bertopeng agama.
                Dengan segala cara dan usaha, mereka bersungguh-sungguh untuk memalingkan hati ummatnya dari pemimpin yang sebenarnya, dan menarik kepercayaan orang banyak agar memutar haluan kepada dirinya. Hanya orang-orang bodoh yang tak berakallah yang mau mengikuti dirinya dengan membenarkan slogan-slogan dan propagandanya yang murahan itu.
                Setiap dari kita adalah pemimpin. Pemimpin terhadap diri kita, keluarga, masyarakat, dan bangsa kita. Untuk itu, hiasilah diri kita dengan akhlaq yang mulia, berilah contoh yang baik bagi orang-orang yang ada di sekitar kita, sebab tingkah laku seseorang itu mencerminkan kata hatinya.
                Semoga ALLOOH melindungi diri kita dari sifat-sifat pemimpin yang ambisius, egoistis, matrialistis, dan diliputi oleh kemunafikan, karena hal itu menjauhkan kemuliaan dan kehormatan sendiri, hidup kita nanti akan hina dan tercela di depan masyarakat.
                Jauhi cinta kekuasaan dan haus kedudukan secara membabi buta, sebab sifat ini akibat dari dorongan akhlaq yang tercela, yang bercokol di dalam hati. Oleh karena itu, haus kekuasaan termasuk penyakit hati yang harus dicarikan obatny, sebab kalau penyakit ini tidak cepat diobati akan menimbulkan penyakit baru yang lebih kronis lagi, yaitu penyakit tamak dan rakus, termasuk gila hormat. Janganlah gila hormat, tetapi jadilah orang yang terhormat. Buktikanlah, bahwa diri kita itu adalah orang yang mulia.
                Janganlah dengki terhadap orang yang memang pantas sebagai pemimpin kita, tetapi jadikanlah diri kita sebagai orang yang dipimpin dengan baik. Bila pemimpin kita hampir terjerumus dalam kesalahan, maka ingatkanlah dengan baik jangan malah dicaci maki dan dipergunjingkan di belakang, sebab cara demikian adalah cermin dari orang yang berakhlaq rendah dan bermental buruk.
                Jadilah pemimpin yang bertanggung jawab dan berlaku adil terhadap rakyat, atau jadilah sebagai orang yang dipimpin dengn  baik, atau simpatisan yang senantiasa memberikan dorongan moril, janganlah menjadi orang hanya bisa mendengki dan iri hati. Karena ini adalah tipu daya setan, dan cermin dari tiadanya akhlaq yang mulia. Semoga ALLOOH melindungi kita dari segala bentuk kejahatan. 

0 comments:

Post a Comment