Siapa sih yang tidak mau
kekuasaan dan berkuasa, semua orang pasti menghendaki dan menginginkannya. Haus
kekuasaan termasuk penyakit hati, penyakit yang ditimbulkan akibat dari
rendahnya akhlaq dan anggapan bahwa kehormatan adalah sumber kemuliaan dan
kejayaan, sehingga mendorong nafsunya untuk mencari kekuasaan, jabatan dan
kepemimpinan. Baginya kekuasaanlah yang hanya bisa mengangkat martabat dan
kehormatan dirinya, meskipun kemampuannya dan daya intelektualnya kurang
mumpuni dan sangat terbatas.
Kebanyakan
orang yang haus kekuasaan mempunyai rasa tanggung jawab yang rendah terhadap
amanah yang diberikan kepadanya. Bagi mereka kekuasaan adalah simbol kejayaan,
lambing keberhasilan dan kira mengangkat status sosialnya di tengah masyarakat.
Karena itu mereka selalu berusaha untuk meraih kekuasaan, dimana pun mereka
berada, sedangkan masalah tanggung jawab dan menjaga amanah itu soal lain, yang
penting kekuasaan itu harus diraihnya lebih dulu. Itulah cara berfikirnya orang
yang haus kekuasaan. Oleh karena itu, haus kekuasaan termasuk penyakit hati
yang sangat sulit dihilangkan.
Haus
kekuasaan dan cinta kedudukan adalah ambisi yang timbul dari dalam hati
seseorang yang berakhlaq rendah. Hal itu merupakan penyakit berbahaya di dalam diri
setiap pemimpin, karena akan menimbulkan permusuhan dan pertikaian, saling
menjatuhkan, sehingga rakyat dan masyarakatlah yang tidak tahu apa-apa akan
menjadi korban tingkah laku mereka. Itulah pemimpin picik dan gadungan yang
harus disingkirkan.
Pemimpin
semacam itu hanya senang berkuasa tanpa menghiraukan segala tanggung jawab yang
harus dilakukannya, mereka mengira dengan berkuasa segalanya bisa diraih dan
diperoleh dengan mudah, baik harta maupun kekuasaan, mereka akan dengan
seenaknya melakukan apa saja dengan kekuasaannya. Bukankah pemimpin itu
merupakan suatu tanggung jawab yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan
ALLOOH SWT? Seperti yang disabdakan RosuuluLLooh SAW: “Setiap pemimpin akan
ditanya tentang kepemimpinannya.” [HR. Imam Bukhooriy dari Sayyidina Anas RA]
RosuuluLLooh
SAW pernah bersabda: “Dimana ada seseorang pemimpin menipu rakyatnya, maka dia
berada di neraka.” [HR. Imam Ath-Thobarooniy]
Hadits
di atas menunjukkan bahwa tanggung jawab dan beban seorang pemimpin itu tidak
ringan, salah dalam memimpin tempatnya adalah neraka. Orang yang arif dan
bijaksana senantiasa menghindar dari keinginan menjadi pemimpin, sebab tanggung
jawabnya yang begitu besar serta ketakutannya kepada ALLOOH SWT. Tetapi
ironisnya di zaman sekarang banyak orang berlomba-lomba berebut menjadi
pemimpin padahal tidak sedikit pun persyaratan kepemimpinan yang dimiliki,
mereka rela melakukan apa saja hanya untuk menjadi seorang pemimpin tanpa mau
tahu apa yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya.
Apakah
pemimpin itu semacam satu barang dagangan yang bisa diperjualkan belikan?
Ataukah suatu perusahaan yang menguntungkan? Bukankah pemimpin itu suatu
tanggung jawab? Apakah suatu bangsa rela kalau dipimpin oleh orang-orang
munafiq yang ambisius? Apakah harga diri suatu bangsa terangkat bila dipimpin
oleh orang yang berakhlaq yang rendah dan dzholim?
Relakah
suatu bangsa kalau negaranya hanya dijadikan pasar perebutan kursi dan
kedudukan empuk, yang bisa menggendutkan perut para tengkulak itu? Bukankah
pemimpin itu merupakan pengemban amanat rakyat? Bila amanat rakyat tidak
dilaksanakan, suara hati rakyat tidak didengarkan, maka tunggulah kehancuran
bangsa itu bila pemimpin semacam ini masih tetap bertahan dan dipertahankan.
Apakah
yang menjadi ukuran sebagai seorang pemimpin? Sebelum persyaratan-persyaratan
lain yang harus dipenuhi, maka seorang pemimpin itu hanya dipilih karena
akhlaqnya yang tinggi, bukan karena banyaknya penjilat dan pengikutnya.
Pemimpin
yang sejati adalah pemimpin yang tahu kewajiban dan tanggung jawabnya, yang
lebih banyak bekerja, yang tidak mau gembar-gembor dengan propaganda, karena
cara-cara memperbodoh bangsa sendiri itu merupakan tabiat orang-orang fasiq
yang mempunyai tendensi tertentu demi kepentingan pribadinya. Cara seperti ini
tidak akan disukai oleh seseorang yang berbudi luhur dan berakhlaq mulia.
Pemimpin
yang sejati adalah pemimpin yang benci cara-cara kotor yang tidak bermoral,
benci kepada kejahatan dan kehinaan, suci perasaannya, cerddas pikirannya,
tetap pendiriannya, tidak mabuk harta dan pujian, tinggi semangatnya, suka
berkorban, mengerti perasaan bangsanya, adil dan bertanggung jawab. Pemimpin
inilah yang mempunyai kebesaran pribadi sebagai seorang pemimpin dan keutamaan
yang akan dipertahankan oleh seluruh rakyatnya.
Di
zaman sekarang ini, banyak orang yang berlomba-lommba untuk menjadi pemimpin,
tanpa memiliki kesadaran bahwa pemimpin suatu ummat adalah penyalur aspirasi
ummat, penyambung lidah rakyat, berpandangan luas ke depan, pengayom dan
pelindung rakyat bukan penakut dan pemeras.
Seharusnya
kita merasa heran kepada seseorang yang tidak mempunyai syarat-syarat untuk
menjadi pemimpin, tetapi selalu mempengaruhi masyarakat dengan berkoar-koar di
atas podium dan mengaku bahwa dirinya adalah patut untuk dipilih sebagai
pemimpin. Dengan segala cara ia menipu opini publik, dan memperbodoh masyarakat
supaya dirinya laris dan dianggap hebat. Padahal sebenarnya ia adalah orang
jahat yang rakus, ambisius, aib sekali dan tidak tahu malu akan kekurangan
dirinya.
Diantaranya
ada pula orang yang berhasrat untuk menjadi pemimpin, melalui jujur politik
praktis, ekonomi, sosial, kebudayan dan tidak sedikit yang bertopeng agama.
Dengan
segala cara dan usaha, mereka bersungguh-sungguh untuk memalingkan hati
ummatnya dari pemimpin yang sebenarnya, dan menarik kepercayaan orang banyak
agar memutar haluan kepada dirinya. Hanya orang-orang bodoh yang tak berakallah
yang mau mengikuti dirinya dengan membenarkan slogan-slogan dan propagandanya
yang murahan itu.
Setiap
dari kita adalah pemimpin. Pemimpin terhadap diri kita, keluarga, masyarakat,
dan bangsa kita. Untuk itu, hiasilah diri kita dengan akhlaq yang mulia,
berilah contoh yang baik bagi orang-orang yang ada di sekitar kita, sebab
tingkah laku seseorang itu mencerminkan kata hatinya.
Semoga
ALLOOH melindungi diri kita dari sifat-sifat pemimpin yang ambisius, egoistis,
matrialistis, dan diliputi oleh kemunafikan, karena hal itu menjauhkan
kemuliaan dan kehormatan sendiri, hidup kita nanti akan hina dan tercela di
depan masyarakat.
Jauhi
cinta kekuasaan dan haus kedudukan secara membabi buta, sebab sifat ini akibat
dari dorongan akhlaq yang tercela, yang bercokol di dalam hati. Oleh karena
itu, haus kekuasaan termasuk penyakit hati yang harus dicarikan obatny, sebab
kalau penyakit ini tidak cepat diobati akan menimbulkan penyakit baru yang
lebih kronis lagi, yaitu penyakit tamak dan rakus, termasuk gila hormat.
Janganlah gila hormat, tetapi jadilah orang yang terhormat. Buktikanlah, bahwa
diri kita itu adalah orang yang mulia.
Janganlah
dengki terhadap orang yang memang pantas sebagai pemimpin kita, tetapi
jadikanlah diri kita sebagai orang yang dipimpin dengan baik. Bila pemimpin
kita hampir terjerumus dalam kesalahan, maka ingatkanlah dengan baik jangan
malah dicaci maki dan dipergunjingkan di belakang, sebab cara demikian adalah
cermin dari orang yang berakhlaq rendah dan bermental buruk.
Jadilah
pemimpin yang bertanggung jawab dan berlaku adil terhadap rakyat, atau jadilah
sebagai orang yang dipimpin dengn baik,
atau simpatisan yang senantiasa memberikan dorongan moril, janganlah menjadi
orang hanya bisa mendengki dan iri hati. Karena ini adalah tipu daya setan, dan
cermin dari tiadanya akhlaq yang mulia. Semoga ALLOOH melindungi kita dari
segala bentuk kejahatan.
0 comments:
Post a Comment