Abuyya As-Sayyid Muhammad bin
Alawy Al-Maliki Al-Hasani wafat pada hari Jum'at, 15 Ramadhan 1425 Hijriyah di
Mekkah.
Beliau dimakamkan disebelah makam
ayahnya dan Sayyidah Khadijah Al-Kubra...Kebiasaan beliau dibulan Ramadhan
setelah shalat Tarawih selalu membaca Manaqib Sayyidah Khadijah Al-Kubra dan
beliau pengarang Kitab Manaqib Sayyidah Khadijah Al-Kubra dengan judul
Al-Bushra Fi Manaqib Al-Sayyidah Khadijah Al-Kubra (Kabar gembira tentang
biografi Sayyidah Khadijah wanita yang agung).
Al Fatihah Ila Ruh Sayyidina Wa
Imamina Al -Habib Al-Sayyid Muhammad Bin Alawy Al-Maliki...Wa iIa Ruuh
Al-Sayyidah Wa Ummina Khadijah Al-Kubro Lahumul Fatihah...
Allahumma Shalli 'Alaa Sayyidina
Muhammad Wa 'Alaa Aali Sayyidina Muhammad.
==========
Detik-Detik Wafatnya Beliau:
a.Detik-detik Kewafatan Abuya
As-Sayyid Muhammad Al-Maliki
Al-Habib Hamid bin Zaid pernah
menempuh pendidikan di Pesantren Darul Mustafa (Hadramaut Yaman) dan telah
menikah dengan adik perempuan istri Sayyid Muhammad al-Maliki. Seminggu sebelum
Ramadhan 1425 H, Habib Hamid menerima telepon dari Sayyid Muhammad al-Maliki di
Mekah dan memintanya supaya datang ke Mekah untuk umrah dan menemuinya. Habib
Hamid memenuhi undangan tersebut dan bersama istrinya segera mempersiapkan
segala keperluan untuk keberangkatannya. Tiket dan visa sudah diurus oleh biro
perjalanan yang ditunjuk Abuya (panggilan hormat untuk Sayyid Muhammad al-Maliki).
“Saya hanya mengurus paspor.
Seluruh biaya juga ditanggung Abuya”, kata Habib Hamid.
Hari kedua Ramadhan, Sayyid
Muhamad al-Maliki kembali meneleponnya. Beliau meminta Habib Hamid untuk segera
terbang ke Mekah. “Kamu harus cepat menyelesaikan urusanmu, segeralah terbang
ke Mekah”, pinta Sayyid Muhammad al-Maliki terkesan agak cemas.
Hari keempat Ramadhan, kembali
beliau menelepon untuk memastikan Habib Hamid dan istrinya jadi berangkat.
“Ketika itu Abuya bilang agar saya langsung saja terbang ke Madinah untuk
berziarah ke Makam Rasulullah Saw. dan shalat di Masjid Nabawi. Sekali lagi,
saat itu, beliau meminta agar secepatnya sampai di Mekah.”
Tepat pada 5 Ramadhan 1425 H,
Habib Hamid dan istri terbang menuju Madinah. Di bandar udara, dijemput oleh salah
seorang murid Sayyid Muhammad al-Maliki dan membawanya ke hotel yang telah
disediakan. Dua hari di Madinah, kemudian terbang ke Mekah. “Saya sampai di
Mekah pada tanggal 8 Ramadhan dan langsung istirahat di hotel yang disediakan
Abuya. Sorenya baru dijemput oleh Habib Isa bin Abdul Qadir, salah satu murid
beliau untuk menemui orang yang paling saya kagumi, Sayyid Muhammad al-Maliki
al-Hasani. Sungguh tegang dan jantung berdetak lebih keras dari biasanya.”
Sore itu, seusai sholat Asar,
Abuya menerima Habib Hamid di ruang kerjanya. “Beliau memelukku, mengucap
selamat datang dan bertanya kabar teman dan muridnya di Indonesia, seperti
Habib Abdurrahman Assegaf (Bukit Duri), Habib Abdullah al-Kaf (Tegal), KH. Abdullah
Faqih (Langitan) dan ulama lainnya. Saya jawab semua baik-baik saja. Setelah
itu saya kembali ke hotel. Beliau pesan, agar nanti berbuka puasa bersama
dengannya”, kenang Habib Hamid.
Ketika saat berbuka puasa hampir
tiba, utusan Sayyid Muhammad al-Maliki menjemput Habib Hamid.“Hamid, apa yang
kau bawa dari Indonesia?” Tanya Abuya tiba-tiba, saat Habib Hamid masuk ke
ruang kerjanya.
“Saya membawa dodol durian
kesukaan Abuya.” jawab Habib Hamid.
Wajah Sayyid Muhammad al-Maliki
tampak gembira sekali. Beliau langsung membagikan oleh-oleh itu kepada
teman-teman dan muridnya yang ada di situ. Beliau juga langsung mencicipinya
saat buka puasa tiba.
“Ada titipan lagi buat saya?”
tanya Abuya lagi.
“Ya, saya membawa buah mangga dan
kelengkeng”
Dahi Abuya berkerut. “Kelengkeng?
Buah apa itu?” tanya beliau.
Habib Hamid menjelaskan buah
kelengkeng dan meminta beliau mencobanya. “Abuya tampak suka sekali buah itu,
dan memakannya sampai menjelang shalat Isya.” Tutur Habib Hamid.
Malam itu, tepat malam tanggal 9
Ramadhan 1425 H, Habib Hamid berkesempatan shalat Isya dan Tarawih berjamaah
bersama Sayyid Muhammad al-Maliki. Saat itu ikut berjamaah beberapa ulama dari
Turki, Mesir dan beberapa negara lain. Tiba-tiba Sayyid Muhamad al-Maliki
memanggil Habib Hamid.
“Hamid bin Zaid, kamu jadi imam
Tarawih!” kata Sayyid Muhammad al-Maliki. Habib Hamid tidak merasa namanya yang
dipanggil, sebab ia merasa tidak mungkin ditunjuk menjadi imam. Sementara di
situ banyak ulama besar yang pasti lebih layak menjadi imam shalat Tarawih.
Sekali lagi Sayyid Muhammad
al-Maliki memanggil Habib Hamid.“Hamid bin Zaid, kamu yang akan menjadi imam.”
“Sulit dipercaya, saya yang masih
muda ini ditunjuk menjadi imam. Sementara di belakang saya ada Abuya dan
ulama-ulama besar yang disegani. Sungguh, saya gemetar. Membaca surah
al-Fatihah yang biasanya lancar di luar kepala pun, menjadi terasa sangat
sulit. Alhamdulillah, saya mampu melewati ujian berat itu dengan baik, meskipun
harus gemetaran.” Habib Hamid melanjutkan ceritanya.
Selesai shalat Tarawih, Sayyid
Muhammad al-Maliki membaca shalawat dan qasidah. “Menurut murid-muridnya,
setiap Ramadhan, seusai shalat, beliau selalu membaca Qasidah Sayyidah Khadijah
al-Kubra. Beliau juga sering berziarah ke makam istri pertama Nabi Saw. bersama
keluarganya. Sebelum meninggalkan masjid, beliau memanggil dan menyuruh saya
umrah malam itu juga.”
“Sebelum saya berangkat umrah,
Abuya sempat menanyakan keadaan Indonesia. Beliau ingin berkunjung ke
Indonesia, bertemu dengan para ulama dan murid-muridnya. Tapi wakyunya belum
tepat, beliau bilang, kesibukan menulis buku dan pertemuan dengan para ulama
Mekah, sangat menyita waktunya.”
Pada 10 Ramadhan, kembali Abuya
memanggil Habib Hamid untuk shalat Tarawih bersama dan untuk kedua kalinya
menyuruhnya umrah.“Ajaklah istrimu untuk umrah dan kembalilah untuk shalat
Shubuh berjamaah, pesan Abuya sebelum saya berangkat umrah. Saya pun berpamitan
sambil meminta izin untuk pergi ke Jeddah, sekadar silaturrahim ke
saudara-saudara istri saya. Abuya hanya memberi izin dengan isyarat tangan dan
wajah menunduk. Saya merasa, beliau tidak ingin mengizinkan saya pergi, tapi
juga tidak ingin mencegah. Saya akhirnya memutuskan untuk tidak pergi ke
Jeddah.”
Pagi hari tanggal 11 Ramadhan,
Habib Hamid shalat Shubuh bersama bersama Sayyid Muhamad al-Maliki. Beliau
terkejut saat saya berada di sampingnya. “Kamu tidak jadi pergi ke Jeddah?”
tanyanya.
“Tidak Abuya”, sahut Habib Hamid.
“Bagus!” jawab Abuya sambil memeluknya.
Malamnya, seperti hari
sebelumnya, Habib Hamid berjamaah shalat Tarawih yang diakhiri dengan membaca
qasidah Sayyidah Khadijah al-Kubra. Malam itu juga, Habib Hamid mendapat
perintah Sayyid Muhammad al-Maliki untuk umrah yang ketiga kalinya.
“Pada 12 Ramadhan, selesai shalat
Isya, Abuya menyuruhku untuk umrah yang keempat kalinya. Katanya, itu adalah
umrah terakhir atas perintahnya. Perasaan saya memang tak enak saat beliau
mengatakan itu. Ah, mungkin beliau punya rencana lain untuk saya besok.”
Rabu 13 Ramadhan, untuk kedua
kalinya, Habib Hamid ditunjuk menjadi imam Tarawih oleh Sayyid Muhammad
al-Maliki. Saat itu jamaahnya sekitar 200 orang, sebagian besar adalah
tamu-tamu Abuya. “Malam itu, beliau merasa letih dan kakinya kesemutan.”
Di luar kebiasaan pula, kali ini,
Abuya tidak membaca sholawat dan qasidah. Beliau meminta murid-muridnya, Bilal,
Burhan, Aqil al-Aththas dan satu murid asal Kenya, membacakan secara
bergantian. Sayyid Muhammad al-Maliki kelihatan sangat lelah. Maklum terkadang
selama hampir 24 jam terjaga. Tamunya tak pernah berhenti mengalir, dan di sela
waktu luangnya, masih tekun menulis dan membaca buku. Perpustakaan di rumah
tinggalnya sampai membutuhkan tiga lantai. Kamarnya juga penuh dengan buku.
Selain itu, beliau juga suka berkebun, tanahnya luas. “Abuya juga punya kebun
buah yang cukup luas.” Kata Habib Hamid.
Akhirnya, Abuya Sayyid Muhammad
al-Maliki masuk rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan. Menurut dokter,
kondisinya cukup baik, hanya perlu istirahat di rumah sakit. Pada kamis 14
Ramadhan, istri dan keluarga beliau menjenguk. “Apa kabar Hamid bin Zaid, kamu
betah di sini?” tanya Abuya ambil memandangku. Seperti biasanya, wajahnya
kelihatan gembira, tidak seperti orang yang sedang sakit.
“Kami tidak lama di rumah sakit,
karena istri dan anak-anak Abuya akan berziarah ke Ma’la, ke makam Sayyidah
Khodijah al-Kubra. Ziarah kali ini aneh. Biasanya istri Abuya tidak pernah
turun dari mobil. Beliau membaca sholawat dan qasidah dari dalam mobil. Eh,
hari itu beliau dan semua anggota keluarga bersama-sama membaca al-Fatihah di
makam istri pertama Rasulullah Saw.” ungkap Habib Hamid.
Malamnya, murid dan kerabat
beliau berkumpul di rumah akit. Wajah beliau tidak berubah, tetap gembira,
seperti tidak sedang sakit. “Sekitar jam 20.00. dokter datang, dan mengatakan
Abuya sudah sembuh. Kami semua memekik, Allahu Akbar!”
b.Saat Bulan Purnama Tersaput
Awan
Di luar rumah sakit sesaat
kemudian, Sayyid Muhammad al-Maliki meminta izin kepada dokter untuk menengok
keluarga dan murid-muridnya. Tepat jam 00.00, beliau keluar dari rumah sakit.
Sebelum masuk ke mobil, Abuya menghadap ke langit selama dua menit. Bilal,
salah satu muridnya bertanya: “Ada apa, Abuya?”
Abuya al-Maliki menjawab: “Tidak
ada apa-apa.”
Saat itu, seharusnya bulan sedang
purnama sangat indah, namun malam itu justru tertutup awan.“Sebelumnya dalam
beberapa hari terakhir, beliau selalu meminta agar murid-muridnya melihat
bulan, dan bertanya apakah bulan sudah kelihatan?”
Dari rumah sakit, beliau tidak
langsung ke rumah, tapi ke pondok pesantren, untuk menemui murid-murinya. Saat
itu jam 03.00. “Saya sendiri yang membukakan pintu gerbang. Setelah itu, datang
Sayyid Abbas, adiknya, bersama keluarga yang lain. Kami bersama-sama membaca
qasidah, lalu terlibat dalam obrolan yang sesekali diselingi dengan tertawa
lebar”, cerita Habib Hamid sambil mengenang peristiwa penting itu.
Pertemuan malam itu, katanya,
diakhiri dengan sahur bersama. Sebelumnya, Abuya sempat bertemu kakaknya dan
bikin perjanjian untuk berbuka puasa hanya dengan tiga buah kurma dan air
zamzam. “Pas jam 04.00, beliau meminta semuanya istirahat dan bersiap shalat
Shubuh. Beliau sendiri masuk ke kamar kerjanya.”
Di kamar itu, beliau ditemani
Bilal dan Burhan. Tapi Bilal diminta keluar kamar. Saat itulah, Sayyid Muhammad
al-Maliki tiba-tiba bertanya kepada Burhan. “Hai, Burhan. Aku sebaiknya
istirahat di kursi atau di bumi (maksudnya karpet)?”
“Terserah Abuya.” Sahut Burhan
bingung, karena tidak tahu harus menjawab Abuya. Bagaimana mungkin seorang
murid memutuskan sesuatu untuk gurunya?
“Saya akan istirahat di bumi
saja.”Kata Sayyid Muhammad al-Maliki.
Beliau kemudian duduk menghadap
kiblat dan bersandar. Sesaat, sempat mengambil buku dari tangan Burhan. Tapi kemudian,
diletakkan di meja, lalu beliau menengadah menyebut,“Lailaaha illallah….”
“Innalillahi wainna ilaihi
raji’un...”hanya itu yang terucap dari mulut Burhan. Hari tepat tanggal 15
Ramadhan 1425 H atau 29 Oktober 2004, saat pagi mulai membuka kehidupan, Sayyid
Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani wafat. Jenazah almarhum
langsung dibawa ke rumah sakit. Dokter menyuruh semua keluarga dan murid-murid
beliau untuk pulang ke Pondok Pesantren.
Tepat seusai shalat Shubuh,
ambulan rumah sakit yang membawa jenazah Abuya, tiba di kediaman beliau. “Saya
pingsan. Ya, sepertinya, pertemuan saya dengan beliau hanya untuk mengantarkan
jenazahnya ke Ma’la, tempat beliau dimakamkan, dekat dengan makam Sayyidah
Khadijah al-Kubra, yang qasidahnya dibaca setiap kali selesai shalat Tarawih.”
c.Berkah Doa Al-Fatihah
Mari kita hadiahkan al-Fatihah
untuk Guru kita al-‘Allamah al-Muhaddits Prof. Dr. as-Sayyid Muhammad bin Alawi
al-Maliki al-Hasani. Beliau wafatnya pada hari Jum’at, malam 15 Ramadhan di
waktu sahur, wafat di saat beliau beristighfar di waktu Sahur, pada malamnya
beliau tidak mengajar kitab-kitab namun banyak menceritakan perihal surga dan
menyatakan hasratnya untuk bertemu dengan ayahnya, Sayyid Alawi al-Maliki.
Beliau wafat hari Jumat 15
Ramadhan 1425 H bertepatan dengan tanggal 29 Oktober 2004 M dan dimakamkan di
pemakaman al-Ma’la di samping makam istri Rasulallah Saw. Khadijah binti
Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali, al-
Hasan dan al-Husein dan beberapa putri-putri yang tidak bisa disebut satu
persatu di sini.
Ilaa hadhrotinnabiyil musthofa
rosulullah shollallohu ‘alaihi wasallam, wa ila ruuhi sayyid muhammad bin alawi
al-maliki qoddasallahu sirrohu wanawwaro dloriihahu, al-Fatihah...
Dari berbagai sumber.
http://wwwahamid.blogspot.co.id/2017/06/abuya-al-sayyid-muhammad-bin-alawy-al.html?m=0
=======
0 comments:
Post a Comment