Meskipun
diasuh oleh pamannya, Abu Tholib dan bibinya Atikah, mulai usia 8 tahun, Nabi
Muchammad SAW tidak bisa melupakan ibunya. Terkadang air mata beliau SAW
mengalir bila mengenang saat-saat bahagia dan bercanda ria bersamanya.
Lebih-lebih jika beliau tiba-tiba teringat akan keyatimannya. Ingatan beliau
SAW langsung tertuju kepada sang ibunda.
Untuk
mengobati rasa kangen itu, Rosuulullooh SAW mengunjungi makamnya. Hal itu
beliau SAW lakukan ketika kembali berdagang dari Syam (Syiria). Setelah
memperoleh keuntungan besar, bersama dengan Maisaroh (orang kepercayaan Siti
Khodijah), beliau SAW mengambil jalan lain, yaitu jalan yang melewati makam
ibundanya di desa Abwa. Sedangkan semua anggota kafilah pulang ke Mekah
melewati jalan yang lebih dekat, yaitu melalui Marrudz Dzahrom. Sebab mereka
sudah rindu dan ingin segera bertemu dengan keluarga masing-masing.
Tentu saja
jalan yang ditempuh Nabi Muchammad SAW lebih jauh. Dengan begitu, beliau SAW juga
tidak akan segera mendapatkan bagian dari keuntungan berdagang itu karena tidak
lekas pulang ke rumah. Padahal di Mekah, Siti Khodijah sudah berjanji untuk
memberikan keuntungan dua kali lipat saat beliau SAW pulang nanti.
Akan tetapi,
semua itu tidak menghalangi keinginan beliau SAW untuk melepas kerinduan kepada
ibunda tercinta. Beliau SAW lebih mementingkan berziaroh ke makam sang ibunda
daripada cepat pulang untuk segera mendapatkan keuntungan yang lebih besar itu.
Maisaroh, yang
disuruh oleh Siti Khodijah untuk menemani Nabi Muchammad SAW itu, sebenarnya
tidak sabar untuk pulang dan segera memberi tahu Siti Khodijah tentang hasil
berdagan tersebut. Untuk itu, dirinya berkata,”Biarlah saya saja yang segera
pulang untuk memberi tahu Siti Khodijah tentang keuntungan perdagangan kali
ini. Ia pasti memahami hal itu.”
Akan tetapi,
Rosuulullooh SAW tidak menanggapinya. Beliau SAW terus saja menuju makam sang
ibunda. Setelah memandangi pusara ibudanya itu, beliau SAW bersama untanya
pulang bersama Maisaroh. Dalam perjalanan pulang itu, seolah-olah beliau SAW
melihat sang ibunda melambai-lambaikan tangan.
Sambil duduk
di atas punggung unta, beliau SAW teringat peristiwa menyedihkan saat melakukan
perjalanan ke Yatsrib (Madinah). Ketika itu beliau bersama sang ibunda
berziaroh ke makam ayahnya. Kemudian dalam perjalanan pulang menuju Mekah,
ibundanya wafat di Abwa.
Oleh karena itulah bayang tersebut masih
melekat di pelupuk mata. Mengingat hal itu, beliau SAW tidak bisa menahan air
matanya.
Diriwayatkan
dari Sayyidinan Abu Huroiroh RA bahwa dirinya berkata,
“Rosuulullooh
SAW menangis ketika berziaroh ke makam ibundanya. Lalu, orang di sekitarnya
juga meneteskan air mata.” [HR. Imam Muslim]
Peristiwa itu
terus beliau SAW ingat-ingat. Padahal, hal itu beliau alami pada 20 tahun yang
lalu. Namun, Nabi Muchammad SAW tetap mengingat dengan baik ketika kanak-kanak
beliau SAW pulang dari Abwa tanpa sang ibunda.
Kejadian itu
memang menyedihkan bagi Rosuulullooh SAW sehingga air mata beliau SAW akan
mengalir membasahi pipi saat teringat peristiwa tersebut. Ini merupakan bukti
dari kecintaan dan ketaatan beliau SAW kepada ibundanya.
MAASYAAALLOOH
MAASYAAALLOOH
0 comments:
Post a Comment