Tuesday, April 12, 2016

Mengapa kita harus bermadzhab? Mengapa kita tidak kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah saja?

Kalimat “Mengapa kita tidak kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah saja?” seakan-akan menghakimi bahwa orang yang bermadzhab itu tidak kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah saja.

Penggunaan kalimat “Mengapa kita tidak kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah saja?” tersebut telah menyebabkan sebagian orang memandang remeh ijtihad dan keilmuan para ulama’, terutama ulama terdahulu ayng sangat dikenal dengan kesholehan dan keluasan ilmunya. Dengan menggunakan kalimat “Mengapa kita tidak kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah saja?” sekelompok orang sebenarnya sedang berusaha mengajak pendengar dan pembaca tulisannya untuk mengikuti cara berpikirnya, metodenya dalam memahami Al-Qur’an Sunnah, serta menganggap bahwa dirinyalah yang paling benar, karena ia telah berpegan kepada Al-Quran dan Sunnah, bukan fatwa atau pendapat para ulama’. Hal semacam ini tentunya sangat berbahaya.
                Sebenarnya sungguh aneh jika seseorang menyatakan agar kita tidak bermadzhab dan seharusnya kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Mengapa aneh? Coba perhatikan, apakah dengan mengikuti suatu madzhab berarti tidak mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah?
               
 Madzhab mana yang tidak kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah? Justru para pemuka madzhab tersebut adalah orang-orang yang sangat paham tentang Al-Qur’an dan Sunnah. Coba dicek, hasil ijtihad yang mana dalam suatu madzhab yang tidak kembali kepada Al-Qur’an dan Al Hadits?

               Ternyata semua hasil ijtihad keempat madzhab fiqh yang populer di dalam Islam semuanya bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadits. Artinya dengan bermadzhab kita justru sedang kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits dengan cara yang benar, yaitu mengikuti ulama’ yang dikenal keluasan ilmu dan kesholehannya.
           
   Akhir-akhir ini memang muncul sekelompok orang yang sangat fanatik dengan golongannya dan secara sistematis berupaya mengajak ummat Islam meninggalkan madzhab. Mereka seringkali berkata,”Kembalilah kepada Al-Qur’an dan Sunnah!” Ajakan ini sepintas tampak benar, akan tetapi sangat berbahaya, karena secara tidak langsung mereka menggunakan kalimat (propaganda) di atas untuk menjauhkan ummat dari meyakini pemdapat para ulama’ terdahulu yang telah mumpuni. Mereka memaksakan agar kita semua hanya mengikuti pendapat gurunya.

Kemudian perhatikan lebih cermat lagi, apakah mereka yang menyatakan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah benar-benar langsung kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah? Tidak. Bukan, mereka ternyata menyampaikan pendapat guru-gurunya. Artinya, mereka sendiri sedang membuat madzhab baru sesuai pemikiran guru-gurunya.

Coba bayangkan lagi, andai saja setiap orang kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah secara langsung, tanpa bertanya kepada pakarnya, apa yang akan terjadi? Yang terjadi ialah setiap orang akan menafsirkan Al-Qur’an dan Sunnah menurut akalnya sendiri, jalan pikirnya sendiri, sehingga akan sangat berbahaya.

Oleh karena itu, kita harus bermadzhab, agar kita tidak salah memahami Al-Qur’dan Sunnah. Kita sadar, tingkat keilmuan para pakar yang ada di masa ini tidak dapat disamakan dengan para ulama terdahulu, begitu pula tingkat ibadah dan kesholehan mereka.

“Sesungguhnya ALLOOH tidak menghimpun ummat ini diatas kesesatan selamanya. Dan tangan ALLOOH bersama al-jamaa’ah, maka hendaklah kalian bersama sawudul a’dzam (kelompok muslimin terbanyak/ mayoritas ummat islam) dan barangsiapa yang menyimpang, maka ia menyimpang ke neraka.” [HR. Imam At-Tirmidzi, Imam Al-Hakim, dan Imam Abu Nu’aim]

Coba kita perhatikan kelompok muslimin terbanyak/ mayoritas ummat Islam di dunia saat ini. Mereka yang mayoritas adalah mereka yang mengikuti empat madzhab fiqh, yaitu: Madzhab Maliki, Madzhab Hanafi, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hambali.


WALLOOHU A’LAM BISH SHOWAAB

0 comments:

Post a Comment