
Penggunaan
kalimat “Mengapa kita tidak kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah saja?” tersebut
telah menyebabkan sebagian orang memandang remeh ijtihad dan keilmuan para
ulama’, terutama ulama terdahulu ayng sangat dikenal dengan kesholehan dan keluasan
ilmunya. Dengan menggunakan kalimat “Mengapa kita tidak kembali kepada
Al-Qur’an dan Sunnah saja?” sekelompok orang sebenarnya sedang berusaha
mengajak pendengar dan pembaca tulisannya untuk mengikuti cara berpikirnya,
metodenya dalam memahami Al-Qur’an Sunnah, serta menganggap bahwa dirinyalah
yang paling benar, karena ia telah berpegan kepada Al-Quran dan Sunnah, bukan
fatwa atau pendapat para ulama’. Hal semacam ini tentunya sangat berbahaya.
Sebenarnya
sungguh aneh jika seseorang menyatakan agar kita tidak bermadzhab dan
seharusnya kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Mengapa aneh? Coba perhatikan,
apakah dengan mengikuti suatu madzhab berarti tidak mengikuti Al-Qur’an dan
Sunnah?
Madzhab
mana yang tidak kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah? Justru para pemuka madzhab
tersebut adalah orang-orang yang sangat paham tentang Al-Qur’an dan Sunnah.
Coba dicek, hasil ijtihad yang mana dalam suatu madzhab yang tidak kembali
kepada Al-Qur’an dan Al Hadits?
Ternyata
semua hasil ijtihad keempat madzhab fiqh yang populer di dalam Islam semuanya
bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadits. Artinya dengan bermadzhab kita justru
sedang kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits dengan cara yang benar, yaitu
mengikuti ulama’ yang dikenal keluasan ilmu dan kesholehannya.

Kemudian
perhatikan lebih cermat lagi, apakah mereka yang menyatakan kembali kepada
Al-Qur’an dan Sunnah benar-benar langsung kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah?
Tidak. Bukan, mereka ternyata menyampaikan pendapat guru-gurunya. Artinya,
mereka sendiri sedang membuat madzhab baru sesuai pemikiran guru-gurunya.
Coba bayangkan
lagi, andai saja setiap orang kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah secara
langsung, tanpa bertanya kepada pakarnya, apa yang akan terjadi? Yang terjadi
ialah setiap orang akan menafsirkan Al-Qur’an dan Sunnah menurut akalnya
sendiri, jalan pikirnya sendiri, sehingga akan sangat berbahaya.
Oleh karena
itu, kita harus bermadzhab, agar kita tidak salah memahami Al-Qur’dan Sunnah.
Kita sadar, tingkat keilmuan para pakar yang ada di masa ini tidak dapat
disamakan dengan para ulama terdahulu, begitu pula tingkat ibadah dan
kesholehan mereka.
“Sesungguhnya
ALLOOH tidak menghimpun ummat ini diatas kesesatan selamanya. Dan tangan ALLOOH
bersama al-jamaa’ah, maka hendaklah kalian bersama sawudul a’dzam (kelompok
muslimin terbanyak/ mayoritas ummat islam) dan barangsiapa yang menyimpang,
maka ia menyimpang ke neraka.” [HR. Imam At-Tirmidzi, Imam Al-Hakim, dan Imam
Abu Nu’aim]
Coba kita
perhatikan kelompok muslimin terbanyak/ mayoritas ummat Islam di dunia saat
ini. Mereka yang mayoritas adalah mereka yang mengikuti empat madzhab fiqh,
yaitu: Madzhab Maliki, Madzhab Hanafi, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hambali.
WALLOOHU A’LAM
BISH SHOWAAB
0 comments:
Post a Comment